Jakarta, sp-globalindo.co.id – 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera berakhir.
Selama 10 tahun berkuasa, Jokowi ditantang untuk mengurus banyak urusan pemerintahan. Tidak hanya secara sosial ekonomi, tetapi juga teknologi dan pertahanan.
Sebab, Jokowi sebagai kepala negara pasti menghadapi tantangan internasional.
Salah satu upaya menjawab tantangan internasional adalah dengan memodernisasi alat utama sistem senjata (Alutis), khususnya di bidang pertahanan.
Modernisasi saja tidak cukup untuk tank, pesawat tempur atau kapal selam.
Sebab tantangan global saat ini adalah risiko perang generasi kelima.
Perang ini lebih bergantung pada kekuatan non-kinetik atau senjata konvensional.
Demikian disampaikan Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Fadjar Prasetyo, Rabu (30/3/2022) dalam pidatonya di acara HUT TNI Angkatan Udara ke-76, Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Baca Juga: KSAU Sebut Fitur Perang Generasi ke-5 Akan Andalkan Kekuatan yang Tidak Terhubung
Oleh karena itu, pengembangan pesawat tanpa awak atau drone juga diperlukan untuk pertahanan negara.
Presiden Jokowi telah mengambil langkah modernisasi alutsista dengan mengembangkan drone di industri pertahanan Indonesia. Drone, pemutakhiran alutsista ala Jokowi
Sebelum Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada Pilpres 2014, ia berulang kali menyatakan pentingnya pengembangan drone di Indonesia.
Pada tahun tersebut Saat debat calon presiden putaran ketiga tahun 2014, Jokowi pernah menyatakan bahwa drone akan menjadi salah satu upayanya untuk memodernisasi alutsista Indonesia jika terpilih menjadi presiden.
Awalnya, menurut Jokowi, pengoperasian kendaraan udara tak berawak atau drone itu untuk melindungi perairan Indonesia.
“Sumber daya laut kita sangat besar, menurut yang saya baca, 300 triliun hilang karena penangkapan ikan ilegal. Ke depan kita harus punya drone. Kita akan kerahkan di tiga tempat. Kita lihat di mana sumber daya kita. Bohong.
Baca juga: Drone, Modernisasi Pertahanan ala Jokowi
Mantan Gubernur Diki Jakarta ini menilai penggunaan drone bisa dijadikan alat pertahanan dan keamanan perekonomian.
Sebab, ada tiga tujuan pengoperasian drone, yaitu tindakan preventif untuk memantau aktivitas pencurian di penangkapan ikan dan pengendalian pencurian kayu.
Dorongan Jokowi untuk memodernisasi alutsista melalui pengembangan kendaraan udara tak berawak juga diamini oleh rekan politikus PDI-P, Budiman Sudjatmiko.
Budiman mengatakan, setelah Jokowi terpilih menjadi presiden, ia berniat mengakuisisi dan mengoperasikan drone di desa-desa seluruh Indonesia.
Penggunaan drone dinilai bermanfaat bagi warga desa. Menurut Budiman, jika ada ruang fiskal yang mencukupi maka pengadaan drone bisa segera dilaksanakan.
Budiman mengatakan usai bertemu dengan Jokowi, Selasa (9/9/2014), “Harga drone sangat murah, $25 juta per pesawat. Tidak satu drone per desa. 10 desa bisa menggunakan satu drone.” ).
Baca Juga: Jokowi pertimbangkan untuk mendatangkan drone ke desa-desa.
20 hari kemudian, Jokowi kembali menegaskan pentingnya akuisisi drone oleh Indonesia.
Dia mengatakan teknologi pelacakan mendukung penegakan hukum.
“Drone itu terhubung dengan satelit, dari satelit sampai pusat komando. Kita bisa tahu pelanggaran apa saja yang terjadi di seluruh Indonesia,” kata Jokowi dalam debat publik bertajuk “Peta Jalan Indonesia sebagai Poros Maritim Global” di Hotel Borbodur. Jakarta, Senin (29/9/2014).
Kalau mau serang lewat laut, kalau mau serang udara bisa langsung. Atau kalau serang lewat udara ayo main. Kalau mau serang pakai drone. dimana saja, mudah,” lanjut Jokowi.
Baca juga: Jokowi: Kalau Ada Drone, Mudah Ditembak Dimana Saja
Jokowi juga mengatakan kerugian tahunan Indonesia akibat pencurian makanan laut mencapai 300 triliun dolar.
Untuk menghentikan aksi tersebut, Jokowi meluncurkan tiga drone di Indonesia: zona barat, tengah, dan timur.
Namun, Jokowi belum memastikan jumlah drone di setiap zona. Namun, ia menegaskan akan mengeluarkan seluruh dana yang ada di kas pemerintah untuk pengadaan drone. Drone dan tantangan peperangan generasi kelima
Pada masa kepemimpinannya, Jokowi menghadapi perang generasi kelima yang dikenal dengan pengurangan penggunaan senjata konvensional.
Misalnya saja ketika perang antara Rusia dan Ukraina pecah pada tahun 2022.
Menurut Andy Wijjanto, direktur Lembaga Ketahanan Nasional saat ini, konflik militer antara Rusia dan Ukraina masih terlihat seperti transisi dari peperangan generasi kedua ke generasi ketiga.
Namun, lanjut Andy, belakangan ada tanda-tanda bahwa Rusia mulai meningkatkan jangkauan serangannya, termasuk rudal hipersonik dan drone mirip pembom.