KEMENANGAN Donald Trump pada pemilu Amerika Serikat tahun 2024 membawa dinamika baru dalam politik dan perekonomian global, yang mempunyai dampak luas bagi Indonesia.
Proteksionisme dan unilateralisme yang menjadi ciri kebijakan Trump kembali menonjol dalam kampanyenya.
Langkah ini tidak hanya menegaskan bahwa AS akan semakin mengutamakan kepentingan dalam negerinya, tetapi juga memperkuat rivalitasnya dengan Tiongkok.
Di tengah situasi ini, Indonesia harus bisa memanfaatkan perubahan tersebut dengan strategi yang cerdas.
Untuk memahami dampak fenomena ini secara mendalam, teori ekonomi politik internasional (IPE) dalam Global Political Economy: Understanding the International Economic Order (2001) karya Robert Gilpin merupakan alat analisis yang penting.
Menurut Gilpin, politik dan ekonomi dalam konteks internasional tidak bisa dipisahkan. Perubahan distribusi kekuasaan politik seringkali mempengaruhi tatanan perekonomian global.
Kemenangan Trump dan kebijakan proteksionisnya dapat dilihat sebagai pergeseran kekuatan politik yang berupaya mengubah arsitektur ekonomi dunia.
Trump berupaya memperkuat posisi AS dengan melindungi industri dalam negeri melalui kebijakan tarif dan pembatasan perdagangan, sekaligus menantang dominasi Tiongkok dalam rantai pasokan global.
Dalam EPI, langkah ini menunjukkan bagaimana keputusan politik suatu negara dapat mempengaruhi dinamika perekonomian global.
Konteks ini sangat penting bagi Indonesia, mengingat AS merupakan salah satu mitra dagang utamanya. Pada tahun 2023, total nilai perdagangan bilateral Indonesia dan AS mencapai US$37 miliar, dengan surplus dinikmati Indonesia berkat ekspor produk seperti tekstil, elektronik, dan produk pertanian.
Namun kebijakan proteksionisme Trump dapat mengancam akses Indonesia ke pasar AS. Kenaikan tarif impor dapat menurunkan daya saing produk Indonesia sehingga memaksa pelaku usaha mencari pasar alternatif atau meningkatkan persaingan di pasar internasional.
Langkah tersebut mencerminkan bagaimana keputusan kebijakan AS menciptakan tekanan ekonomi yang signifikan terhadap mitra dagangnya, konsisten dengan premis EPI bahwa tatanan ekonomi global sering kali ditentukan oleh kekuatan politik.
Namun tantangan yang dihadapi Indonesia tidak hanya disebabkan oleh proteksionisme saja. Rivalitas AS-Tiongkok semakin memperkuat pentingnya teori EPI dalam memahami posisi Indonesia.
Sebagai dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia, pergerakan politik dan ekonomi mereka mempunyai dampak global yang besar.
Bagi Indonesia, situasi ini merupakan dilema sekaligus peluang. Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengunjungi Tiongkok dan Amerika Serikat, menunjukkan upaya Indonesia untuk menjaga keseimbangan hubungan dengan dua kekuatan besar ini.