JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Sudah menjadi rahasia umum jika pengelolaan generasi milenial bahkan Gen Z tidak menjadikan properti atau rumah sebagai prioritas.
Di sisi lain, mereka menjadikan gaya hidup sebagai kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Nongkrong di kafe, bersosialisasi, bersosialisasi atau nongkrong adalah “jaringan” yang harus dimiliki dan dijalani.
Perubahan arah ini mudah dimengerti. Betapa tidak, di era media sosial yang menyentuh segala aspek kehidupan, generasi muda disebut-sebut lebih memilih memenuhi kebutuhan hidup dibandingkan kebutuhan pokok.
Puluhan juta generasi milenial diyakini lebih memilih gaya hidup ini dibandingkan menghabiskan sebagian pendapatannya untuk membeli rumah sehingga sulit untuk memiliki rumah sendiri.
Baca juga: Perumahan Ringkas dan Praktis Jadi Rahasia Sukses Sutera Sawangan Gaet Generasi Milenial
Tak heran, menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2019, terdapat sekitar 81 juta generasi milenial yang menjadi tunawisma.
Angka ini mencakup seluruh kelompok umur 18-37 tahun. Kementerian PUPR menghitung backlog perumahan berdasarkan tingkat kepemilikan rumah.
Pada tahun 2022, latar belakangnya mencapai 12,75 juta orang. Namun, generasi milenial bukan satu-satunya yang menghadapi masalah kepemilikan rumah. Generasi X juga menghadapi tantangan serupa, dengan 4,34 juta rumah tangga tunawisma.
Lantas, apa saja alasan generasi milenial kesulitan membeli rumah?
Selain kaitannya dengan kemampuan mengelola keuangan, ada dua alasan mengapa generasi milenial dan Gen Z akan kesulitan membeli rumah.
Dikutip dari arsip Kompas Grammedia, penyebab pertama adalah ketimpangan pendapatan dan harga rumah.
Baca juga: Saat Berburu Rumah Baru, Berapa Kamar Tidur yang Anda Butuhkan?
Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara mengenai hal ini dengan menyoroti kesenjangan antara kebutuhan perumahan dan daya beli generasi muda.
Dengan rata-rata gaji pekerja nasional sebesar Rp 2,94 juta per bulan, sebagian besar pekerja sulit mengakses pinjaman.
Dari simulasi data upah buruh, pekerja dengan gaji Rp2,9 juta per bulan hanya bisa menerima pinjaman hingga Rp103,9 juta.
Sementara itu, rata-rata harga rumah tipe kecil mencapai Rp 267,08 juta yang menunjukkan betapa sulitnya rata-rata pekerja memenuhi persyaratan KPR.
Yang kedua adalah daya beli. Naiknya harga rumah dan kurangnya kesiapan finansial menjadi kendala utama generasi milenial dalam membeli dan memiliki rumah.