Pemilihan kepala daerah (Pilkada) bukan hanya ajang perebutan kekuasaan; sekarang saatnya untuk memutuskan arah masa depan perekonomian regional.
Dalam lingkungan ekonomi yang semakin sulit, pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat berada di persimpangan jalan, bergantung pada siapa pemimpin terpilih dan seberapa besar partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi ini.
Sayangnya, statistik menunjukkan bahwa tren partisipasi pemilih dalam pilkada masih menimbulkan tantangan, terutama di kalangan generasi muda dan kelas menengah, dua kelompok strategis yang kerap mengabaikan hak politiknya.
Mengabaikan pilkada berarti menyerahkan masa depan daerah kepada segelintir elite politik tanpa kendali rakyat.
Ketika suara rakyat diabaikan, calon pemimpin daerah cenderung mengedepankan agenda-agenda praktis yang seringkali hanya menguntungkan mayoritas partai.
Di tengah permasalahan seperti ketimpangan ekonomi, terbatasnya persaingan daerah, dan ketergantungan keuangan pada pemerintah pusat, para pemilih harus menyadari bahwa pilkada bukan hanya sekedar memilih pemimpin, melainkan menentukan apakah perekonomian daerah sedang stagnan atau bergerak maju.
Dalam dinamika perekonomian daerah, pemimpin daerah mempunyai peran strategis sebagai arsitek kebijakan pembangunan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan banyak daerah yang belum memanfaatkan potensi ekonominya secara efektif.
Ketergantungan pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (SAF) seringkali mencerminkan lemahnya kemandirian keuangan daerah.
Situasi ini semakin diperparah dengan minimnya ide-ide inovatif para calon kepala daerah untuk mengubah sumber pendapatan dan meningkatkan daya saing perekonomian daerah.
Kepemimpinan yang berorientasi pada keberlanjutan ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan ini.
Misalnya, daerah yang memiliki potensi pariwisata dan industri kreatif memerlukan strategi khusus untuk menarik investasi dan memperkuat ekosistem bisnis lokal.
Namun, tanpa tekanan dari para pemilih, para pemimpin daerah cenderung tidak memberikan janji-janji populis tanpa rencana perubahan yang konkrit.
Jumlah pemilih yang besar penting untuk memastikan calon terpilih mempunyai legitimasi politik yang kuat dan termotivasi untuk mengutamakan kepentingan rakyat.
Dengan memilih, masyarakat memaksa calon utama daerah untuk memberikan program yang bertujuan memberdayakan perekonomian masyarakat, mengembangkan infrastruktur produktif, dan menyelesaikan masalah kesenjangan sosial. Kelas menengah dan generasi muda
Kelas menengah dan generasi muda merupakan dua kelompok yang paling terkena dampak kebijakan ekonomi daerah. Namun yang mengherankan, mereka juga seringkali kurang condong ke arah Pilkada.