Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali menulis artikel Harian Kompas beberapa waktu lalu di acara HUT TNI ke-79 yang bertajuk “Pertahanan Pulau Tandingan, Pertahanan Kedaulatan Negara di Laut”.
Di dalamnya, sang laksamana mengungkapkan beberapa hal tentang materi yang dibawakannya.
Pertama, potensi sumber daya maritim yang dimiliki Indonesia sangat besar, namun kapal perang Indonesia yang dimiliki belum cukup ideal untuk menjaga keutuhan wilayah kepulauan KRI. Mencapai kekuatan yang diinginkan membutuhkan waktu dan keterampilan.
Kedua, untuk menghindari keterbatasan kemampuan yang ada saat ini, TNI Angkatan Laut dan kekuatan lainnya telah menerapkan kebijakan Minimum Essential Force (MEF), yang berarti ketiga hal tersebut adalah peralatan sistem persenjataan utama, yaitu program akuisisi pertahanan. Negara-negara yang berkuasa hanya dapat membeli mesin perang yang mereka butuhkan dalam jumlah kecil, dan memilih untuk tidak mengeluarkan uang terlalu banyak.
Dalam konteks TNI Angkatan Laut, kebijakan ini telah diterapkan melalui pengenalan dua kapal fregat multi-misi/FREMM Eropa buatan Italia, Fattogliator Polivalente Altura.
Unit pertama akan tiba di Indonesia pada pertengahan Oktober 2024, dan unit kedua akan tiba pada pertengahan April 2025. Catatan untuk KSAL
Ada beberapa catatan Laksamana Muhammad Ali menulis TNI. Meski laporannya mampu menggambarkan keadaan sebenarnya TNI Angkatan Laut, namun masih ada aspek yang tidak diperhatikan dalam tulisannya.
Padahal, hal tersebut sangat penting dan ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas. Kelalaiannya, misalnya, KSAL tidak menjelaskan rencana TNI AL ke depan, hanya menutup-nutupi hingga MEF.
Hal ini tidak penting, kecuali bahwa lingkungan strategis berubah dengan cepat dan basis ancaman yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun persyaratan kekuatan pangkalan minimum mungkin sudah tidak relevan lagi.
Diluncurkan sekitar tahun 2007 oleh Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, MEF rupanya tidak mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan oleh teknologi kendaraan tanpa awak, dalam hal ini kendaraan bawah air tanpa awak.
Bukan berarti teknologi tersebut tidak ada sekarang. Itu digunakan dalam Perang Dunia II dan Perang Dunia II. Teknologi kendaraan udara tak berawak dalam peperangan laut kini sudah begitu maju sehingga digunakan oleh berbagai angkatan bersenjata di seluruh dunia.
Kemampuan teknologi ini bisa kita lihat ketika pejuang Houthi menargetkan kapal tanker berbendera Inggris Cordelia Moon dengan drone. Akibatnya, kapal tersebut hancur total akibat kebakaran yang terjadi baru-baru ini di Laut Merah.
Artikel KSAL yang ditulis Muhammad Ali kurang memahami bagaimana peran penting TNI Angkatan Laut dalam penegakan hukum maritim.
Perlu diketahui bahwa unit ini bergerak dalam bidang penegakan hukum di bidang kelautan, khususnya sektor perikanan (UU 45/2009 tentang sektor perikanan) sebagai penyidik tindak pidana di bidang perikanan. TNI Angkatan Laut juga ikut serta dalam penegakan hukum maritim terhadap kapal niaga.
Berbeda dengan penegakan hukum terhadap pelanggaran UU Perikanan, tidak ada ketentuan hukum yang jelas mengenai penegakan hukum terhadap kapal niaga yang berbendera baik di dalam negeri maupun di luar negeri.