JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Anggota komisi DPR RI
Bonnie mengatakan dengan dibukanya pameran lukisan ini, masyarakat bisa berdialog mengenai lukisan tersebut.
“Sesuai dengan kapasitas saya sebagai anggota komisi DPR
“Seni debat ini harus dikembalikan ke masyarakat dan diperdebatkan di sana,” ujarnya.
Baca Juga: LBH Jakarta Yakin Posisi Pameran Tunggal Yos Suprapto Langgar HAM
Bonnie mengatakan, sebagai mitra kerja Kementerian Kebudayaan yang membawahi Galeri Nasional Indonesia, ia berkesempatan melihat lukisan Yos Suprapto.
Menurutnya, siapa pun yang melihat gambar tersebut berhak berkomentar apakah sosok dalam gambar tersebut mirip dengan Joko Widodo, Presiden ke-7 RI.
“Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana seni menjadi instrumen kritik dan juga ekspresi yang digunakan seniman untuk mengekspresikan dan mengkomunikasikan pandangannya,” ujarnya.
Bonnie juga mengatakan, menekuni karya seni merupakan hal yang lumrah di Indonesia.
Ia mencatat, sudah terjadi 15 kali penyerangan terhadap karya seni dalam 5 tahun terakhir.
“Saya hitung di sana, 5 tahun terakhir, saya lihat 15 kali. Misalnya tahun 2021 ada mural mirip Jokowi di Tangerang. Dia juga sibuk,” ujarnya.
Baca juga: Yos Suprapto Pertimbangkan Cara Legal untuk Mendapatkan Akses Karya di Galeri Nasional
Lebih lanjut, Bonnie mengatakan perbedaan penafsiran merupakan hal yang wajar dalam sebuah karya seni.
Ia mengatakan, jika bertumpu pada satu penafsiran, Indonesia hanya bisa kembali ke era Orde Baru.
“Pada masa Orde Baru, sejarah dimaknai satu-satunya. Sejarah itu menurut negara, oleh pemerintahan A, semua harus ikut A. Yang lainnya destruktif,” ujarnya.
Sebelumnya, pameran tunggal Yos Suprapto bertajuk “Kebangkitan: Negeri Kedaulatan Pangan” dijadwalkan berlangsung selama satu bulan antara 19 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.
Namun Galeri Nasional mengumumkan pameran ini dibatalkan karena masalah kuratorial.