JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan pelaksanaan pemilu tidak langsung atau melalui DPRD yang berlangsung di Indonesia curang dan mahal.
Praktik jual beli kursi untuk mendapatkan dukungan nyata terjadi ketika kepala daerah masih dipilih DPRD pada masa Reformasi. Sebab, untuk terpilih, tidak cukup hanya mendukung partai politik, tapi juga menjadi anggota dewan.
“Masih ingat, dari tahun 1999, pemilu tidak setara, pilkada tidak setara, lewat DPRD sudah jelas jual beli kursi, agar masyarakat mendapat dukungan, biaya memilih di dalamnya. DPRD (kursinya) besar sekali,” kata Mahfud dalam diskusi bertajuk “Plus Minus Pilkada DPRD”, Senin (23/12/2024) malam.
Baca juga: Mahfud MD Bicara Tekanan yang Dihadapi SBY Usai Pilkada 2014 Dikembalikan ke DPRD
“Misalnya ada satu calon kuat di suatu daerah, mendapat dukungan partai, tapi tidak ada dukungan DPRD untuk menang. Lalu masyarakat bertanya, “Berapa kursi yang hilang?” “Empat, Rp 20 miliar,” dia menambahkan.
Kemudian muncul situasi pembelian kursi DPRD oleh partai politik.
Menurut Mahfud, kedua belah pihak sudah melakukan proses tersebut sejak lama.
“Semua kalangan, bahkan PKS, saya tahu yang menerima uang itu, karena saya laporkan yang bayar, yang bilang bersih, waktu itu juga sama, ide pokoknya itu uang,” ujarnya. .
Meski pemilu sebelum Reformasi sangat mahal, Wakil Presiden Indonesia mengatakan bukan berarti pemilu saat ini murah.
Baca juga: Begitu Pilkada Didukung dan Kembali ke DPRD, Mahfud: Saat itulah Masyarakat Hancur, Korupsi Itu Unik
Proses jual beli suara, kata dia, masih terus bermunculan. Bedanya, kandidat membeli suara langsung dari masyarakat atau “eceran”.
Makanya kita marah-marah waktu itu, ‘kalau begini dengan seleksi langsung’. Setelah seleksi langsung malah tambah parah. Kenapa? Karena kalau di seleksi lewat DPRD kamu beli.. Kalau sekarang kamu jual, Pake amplop gitu ke orang yang sekarang mahal banget,” imbuh Mahfud.
Pada awalnya, Presiden Indonesia, Prabowo Subianto membandingkan politik Indonesia dengan negara-negara tetangga, di mana negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan India memiliki kinerja yang lebih baik dalam pemilu mereka.
Katanya, negara tetangga hanya punya satu pemilu, seperti anggota DPRDnya. Selebihnya, DPRD memilih anggota parlemen dan gubernur.
Kemudian Prabowo membandingkannya dengan proses pemilu di Indonesia yang satu juta rupiah bisa dihabiskan hanya dalam 1-2 hari.
Baca juga: Pidato Pilkada DPRD, Cak Imin: Bagian Evaluasi Sistem Demokrasi.
Hal itu diungkapkan Prabowo saat menghadiri hajatan Golkar di Sentul, Kamis (12/12/2024) malam.
“Ketum Partai Golkar ini salah satu partai utama, tapi katanya perlu dipikirkan perbaikan sistem politik, apalagi ada Mbak Puan, teman dari PDI Perjuangan, teman dari lain, mari kita renungkan, mari kita tanyakan, bagaimana prosesnya, berapa “sepuluh triliun yang masuk dalam 1-2 hari dari masing-masing negara dan dari partai politik,” kata Prabowo.
“Saya lihat negara tetangga kita bagus. Malaysia, Singapura, India, kalau memilih anggota DPRD, kalau memilih, DPRD yang memilih gubernur, dan diktator,” ujarnya.
Prabowo mengatakan, proses di negara tetangga lebih ekonomis dibandingkan pemilu di Indonesia.
Faktanya, uang yang dikeluarkan untuk pemilu dapat digunakan untuk makanan anak-anak, perbaikan sekolah, dan perbaikan air.
“Sebenarnya banyak sekali pimpinan partai yang benar-benar bisa kita putuskan malam ini, tapi bagaimana caranya?” tanya Prabowo disambut tawa. Dengarkan berita terkini dengan pilihan berita kami langsung di ponsel Anda. Pilih berita favorit Anda untuk mendapatkan Channel WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.