SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Kesehatan

GLOBAL NEWS Mengapa Orang Mudah Percaya Hoaks Kesehatan di Media Sosial

sp-globalindo.co.id – Saat ini media sosial kerap digunakan untuk mendapatkan informasi, termasuk nasehat kesehatan. Namun, banyak sekali informasi yang salah atau keliru yang salah, bahkan berbahaya bagi kesehatan.

Menurut pengamat sosial dari Universitas Vokasi Indonesia Dr. Devie Rahmawati, orang mendapat kepalsuan lebih dari sekali dalam sehari.

Saluran yang sering digunakan untuk menyebarkan kebohongan adalah media sosial. Peristiwa kebohongan di Indonesia menimbulkan keraguan terhadap informasi yang diterima dan mempersatukan masyarakat, jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta (14/10/2024).

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa misinformasi terkait kesehatan tersebar luas di media sosial, selain misinformasi politik dan agama.

Misinformasi mengenai kesehatan tidak hanya menimbulkan kecemasan di lingkungan, tetapi juga menimbulkan ketakutan yang ekstrim sehingga menimbulkan perasaan benci dan malu.

Baca juga: INFORMASI: Kebohongan kesehatan sering terjadi di media sosial, ikuti anjurannya agar tidak tertipu.

Menurut Devie, banyak alasan orang menyebarkan informasi palsu atau tidak akurat tanpa disadari, yakni ingin menjadi pahlawan, kurangnya pengetahuan dan pengalaman, karena faktor sosial, kepribadian, dan platform.

“Ada alasan masyarakat menganggap berita palsu yang diterimanya tidak benar, antara lain karena merasa informasi tersebut diperoleh dari orang yang dapat dipercaya, dan penilaiannya valid,” jelasnya.

Terkait informasi kesehatan di media sosial, menurut dr Ervan Surya Sp.OG, masyarakat harus benar-benar berhati-hati.

“Informasi kesehatan ada beberapa tingkatan, yang terendah berarti profesional dan yang tertinggi berdasarkan penelitian atau penelitian yang dipublikasikan di jurnal,” ujarnya di acara yang sama.

Devie menekankan dampak buruk dari misinformasi.

“Bisa terjadi kebingungan, kegagalan, kebodohan, bahkan konflik sosial,” tegasnya.

Baca juga: Dokter Bantah Mitos Mandi Malam Sebabkan Pneumonia

Berbeda dengan proses pembuatan berita di media massa yang harus melalui proses editing berlapis sebelum dipublikasikan, tidak ada editing saat membuat konten untuk media sosial agar siapapun bisa memproduksinya.

Untuk menghentikan penyebaran misinformasi, menurut Devie, perlu adanya kolaborasi antara penulis, pembuat konten, selebriti, platform, dan pembaca.

“Ada banyak cara untuk melakukan pengecekan realitas; cara-cara ini bisa digunakan. Lingkungan digital bisa menjadi hal yang baik bila digunakan dengan baik,” ujarnya.

Orang juga ingin melihat isi informasi, bukan sekedar membaca headline yang sensasional. Tentu saja, lebih baik membaca informasi dari sumber terpercaya, termasuk situs resmi pemerintah. Jika kurang yakin dengan informasi tersebut, kita bisa bertanya pada ahlinya seperti dokter atau ilmuwan. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses Saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *