JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Calon Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) Yohanis Tanak menilai kata “penyitaan” tidak cocok digunakan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Menurut dia, penggunaan kata sita seolah mengisyaratkan pemerintah sedang melakukan penyitaan terhadap harta milik pihak-pihak tersebut.
Menurut saya, kata “merampas harta benda orang” kurang tepat. Oh, dia mengerti, aku mengerti, sepertinya aku mengerti, kan? “Sudah tiba waktunya untuk mengambil alih negara,” kata Tanak di Markas Besar Indonesia di Korea Utara, Selasa (19/11/2024).
Baca juga: Bale Ungkap Alasan RUU Sita Tak Masuk Prolegnas Prioritas 2025.
Namun Tanak enggan berkomentar lebih jauh mengenai isi dan materi aturan yang tertuang dalam RUU Perampasan Aset tersebut.
Wakil Ketua KPK hanya meminta penjelasan tata cara dan menyarankan agar putusan penyitaan diganti dengan barang bukti fisik untuk rehabilitasi.
“Jika Anda ingin mendapatkan properti itu kembali, ya, tentu saja, itu adalah tindakan tercela yang merugikan negara, dan Anda harus menebusnya. Baiklah. “Tetapi jika menyangkut penjarahan, saya pikir tidak apa-apa. Kata perampokan tidak cocok untukku, kata Tanak.
Baca Juga: Jalan Panjang RUU Penyitaan: Dari Usulan hingga Program Jangka Menengah 2025-2029
Diberitakan sebelumnya, RUU Pengambilalihan tidak masuk dalam daftar RUU prioritas Program Legislatif Nasional (Prolegnas) tahun 2025.
RUU tersebut hanya masuk dalam program legislasi nasional jangka menengah tahun 2025-2029.
Sebenarnya, penyusunan RUU Perampasan Aset sudah berjalan cukup lama, dan RUU ini diyakini akan mengefektifkan kerja pemberantasan korupsi. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id, pilih saluran berita favorit Anda: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal WhatsApp.