sp-globalindo.co.id – Penerapan arsitektur rumah adat modern tentunya membuat tampilan hunian terlihat unik dan berbeda.
Contohnya adalah hunian bertajuk Paviliun Bentara yang dikerjakan oleh arsitek Pramudya. Paviliun Bentara yang terletak di Kota Bekasi terlihat sangat nyaman dan asri.
Dari luar, kesan tradisional terlihat jelas, dinding dibiarkan tanpa finishing, penggunaan elemen kayu dan bambu yang menonjolkan warna natural, serta dominasi warna tanah yang kuat.
Sementara keunikan utama pada interiornya terlihat pada plafon atap yang sengaja menampilkan kerangka genteng tanah liat yang diekspos sehingga menimbulkan kesan etnik.
Arsitektur tradisional dengan atap rumah segitiga dan unsur bambu
Fasad Anjungan Bentara terlihat berbeda dan unik berkat bentuk atapnya yang berbentuk segitiga. Apalagi bangunan tersebut sengaja dibuat agar terlihat seperti dua bangunan kembar yang terpisah.
Masing-masing sisi atap dibuat memanjang ke bawah sehingga membentuk segitiga hampir sempurna.
Saat ini bentuk atap segitiga seperti Anjungan Bentara sudah semakin jarang digunakan. Bentuk atap pelana jauh lebih populer dibandingkan bentuk atap segitiga.
Padahal, pada zaman dahulu banyak rumah di Indonesia yang menggunakan atap segitiga.
Bentuk atap segitiga dengan kemiringan 25 derajat hingga 30 derajat sangat cocok untuk hunian di daerah dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia.
Bentuk atap yang segitiga memudahkan jatuhnya air hujan karena gaya gravitasi. Untuk melengkapi keunikan atap segitiga, arsitek Pramudya memilih material yang identik dengan kesan tradisional, yaitu bambu.
Bahan bambu warna aslinya disusun miring pada dinding fasad atas, juga digunakan untuk gerbang gazebo.
Pesona arsitektur tradisional semakin kental berkat perpaduan ubin bambu dan tanah liat tanpa sentuhan cat.
Permukaan sirap yang sudah tua biasanya menjadi berjamur dan berwarna hitam.
Namun justru kondisi inilah yang membuat nuansa tradisional dan alami semakin autentik.