Konflik Hizbullah-Israel telah memasuki babak baru. Pada akhir September, Hizbullah mengkonfirmasi bahwa pemimpin dan pendiri kelompok tersebut, Hassan Nasrallah, telah tewas dalam serangan udara Israel di Beirut.
Kematian Nasrallah menandai babak baru perang antara Hizbullah dan Israel.
Ketegangan kedua belah pihak mulai meningkat, terutama pada pertengahan bulan ini, ketika Israel melancarkan serangan di Lebanon selatan dan menyasar beberapa petinggi Hizbullah.
Insiden kelompok militan Hizbullah menembakkan halaman dan diskusi di tempat umum seperti pasar, sekolah, masjid, dan kawasan pemukiman juga mendorong Hizbullah menembakkan lebih banyak roket ke wilayah Israel.
Israel membalas dengan serangan udara terhadap Lebanon dalam Operasi Utara, membunuh Nasrallah. Babak baru dalam perang Hizbullah dengan Israel
Jika dipikir-pikir, ini bukan pertama kalinya eskalasi terjadi di kedua belah pihak. Sebelumnya, pada tahun 2006, kedua belah pihak terlibat perang selama 34 hari yang dikenal dengan Perang Lebanon 2006.
Perang tahun 2006 menandai konflik antara Hizbullah dan Israel yang berlanjut hingga saat ini.
Rentetan serangan udara kedua belah pihak pada pekan ini menjadi pertanda bahwa konflik Palestina-Israel semakin meningkat. Eskalasi ini membuka babak baru dalam konflik Arab-Israel yang dimulai pada tahun 1940an.
Hizbullah muncul pada tahun 1982, sebagai tanggapan terhadap Syiah di Lebanon, Revolusi Iran tahun 1979, dan invasi Israel ke Lebanon tahun 1982.
Sejak itu, Hizbullah telah melancarkan beberapa serangan terhadap Israel, yang dibalas oleh Israel dengan operasi kontra-teroris.
Tindakan Hizbullah membuat Amerika Serikat dan Israel menetapkan Hizbullah sebagai organisasi teroris.
Memang benar, Hizbullah dan Israel telah mewaspadai eskalasi sejak Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap Palestina pada akhir tahun 2023.
Sejak tewasnya Nasrallah akibat serangan IDF, Israel harus mewaspadai dampak konflik yang sedang berlangsung.
Pertama, Israel menghadapi Hizbullah, “kekuatan” yang sangat berbeda dari Hamas. Selain dukungan Iran, Hizbullah belum menjadi kelompok militan Islam biasa, namun telah membangun kekuatan politik dan sosial di Lebanon yang memungkinkannya memperkuat dan memperluas jaringannya.
Menurut Azani dalam The Hybrid Terrorist Organization: Hizbullah as a Case Study, Hizbullah merupakan salah satu contoh organisasi teroris hybrid yang berkembang secara signifikan, baik dalam ranah politik maupun pemerintahan Lebanon.