SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Global

Apa Itu BRICS dan Kenapa Indonesia Ingin Gabung?

KAZAN, sp-globalindo.co.id – Menteri Luar Negeri Sugiono mengatakan niat Indonesia bergabung dengan BRICS bukan berarti “bergabung dengan kubu lain”. Di sisi lain, para pengamat mengingat BRICS bisa disebut sebagai “kekuatan oposisi” karena memiliki negara-negara yang “tidak puas” dengan sistem yang dibangun Barat.

Kurang dari seminggu setelah pelantikan Presiden Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri Sugiono menghadiri KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, untuk menyampaikan keinginan Indonesia untuk bergabung dengan blok ekonomi tersebut.

Masuknya Indonesia ke BRICS merupakan tanda politik luar negeri yang bebas dan aktif, kata Menteri Luar Negeri Sugiono dalam pernyataannya.

Baca juga: Mengapa Indonesia Tak Ikut BRICS Meski Diundang Pertemuan di Rusia?

“Ini tidak berarti bahwa kami akan bergabung dengan kubu lain, tetapi kami akan berpartisipasi di semua lini.”

Sugiono melanjutkan, apa yang dibutuhkan BRICS “sesuai” dengan program kerja Kabinet Merah Putih, seperti ketahanan pangan dan energi.

Selain itu, ia mengatakan Indonesia ingin mengangkat kepentingan negara-negara berkembang atau dikenal dengan Global South melalui BRICS.

Sugiono menegaskan, Indonesia akan terus berpartisipasi di forum-forum lain dan melanjutkan diskusi dengan negara-negara maju.

Dalam pidatonya usai dilantik sebagai presiden ke-8, Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia “memilih jalan yang bebas, aktif, non-blok” dan “menjadi sahabat semua negara”.

“Tapi kita punya prinsip yang menentang kolonialisme,” kata Prabowo, Minggu (20/10/2024).

Prabowo juga mengingatkan para pemimpin untuk “tidak berpuas diri” mengingat masih banyak permasalahan dalam perekonomian Indonesia meski “diterima di kalangan G20”.

BRICS – singkatan dari lima negara berkembang yaitu Brazil, Russia, India, China dan South Africa – pada dasarnya bertujuan untuk memperkuat suara negara-negara berkembang dalam menghadapi dominasi negara-negara maju yang dikenal dengan Global North alias Barat. . .

Sekilas cerita yang ingin dibangun Menlu Sugiono adalah masuknya Indonesia ke dalam BRICS tidak bertentangan dengan kebijakan luar negeri yang bebas aktif dan semangat non-blok, menurut pakar internasional Universitas Parahyangan ini. ,Idil Syawfi.

“Tapi, kalau kita lihat lebih dalam (…) BRICS bisa dikatakan sebagai kelompok reformis atau sekelompok negara yang tidak puas dengan sistem yang dibangun Barat saat ini,” kata Idil kepada BBC News Indonesia, Minggu (27/ ) . 10/2024).

Idil mengatakan, masuknya Indonesia ke dalam BRICS “menunjukkan afiliasi Indonesia dengan salah satu kubu, yaitu kubu revisionis atau kubu oposisi.”

“Bergabungnya BRICS akan menunjukkan Indonesia sebagai kelompok oposisi,” kata Idill.

Secara terpisah, pakar hubungan internasional dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Musa Maliki, melihat BRICS sebagai “semangat independen yang diciptakan oleh negara-negara Selatan (Global South) untuk mengakhiri kekuasaan Barat atau kekuasaan Amerika Serikat”.

Baca juga: Alasan Indonesia Ingin Bergabung dengan BRICS Apa Itu BRICS dan Seberapa Pentingnya Bagi Dunia?

Pada tahun 2001, ekonom Goldman Sachs Jim O’Neill menggunakan akronim BRIC (Brasil, Rusia, India dan Cina) dalam sebuah laporan yang memperkirakan bahwa keempat negara ini akan menjadi perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2050.

Pada tahun 2009, Brazil, Rusia, India dan Cina mengadakan pertemuan puncak pertama mereka di Yekaterinburg, Rusia.

Afrika Selatan bergabung dengan BRIC pada tahun 2010 dan mulai berpartisipasi penuh dalam KTT tahun 2011 – yang menyebabkan namanya diubah menjadi BRICS.

BBC News melaporkan pada tahun 2013 bahwa ekonom O’Neill – “pencetus” istilah BRIC – tidak menyetujui Afrika Selatan bergabung dengan blok tersebut. Meski begitu, keberadaan Afrika Selatan merupakan perwakilan kawasan Afrika.

Meskipun pertemuan BRIC awalnya berfokus pada peluang investasi, BRICS kemudian berubah menjadi kelompok politik, dengan tujuan untuk meningkatkan suara negara-negara berkembang.

Kelompok ekonomi ini percaya bahwa keputusan-keputusan terpenting di dunia seringkali dikendalikan oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Barat.

“Jika kita melihat lebih dalam – dan dalam kaitannya dengan BRICS sendiri, BRICS bisa dikatakan sebagai kelompok reformis atau sekelompok negara yang tidak puas dengan sistem yang dibangun oleh Barat,” ujar pakar hubungan internasional dari Catholic University of Parahyangan, Indah. Sawfi.

Idil mengatakan BRICS ingin mengubah sistem yang ada saat ini yang terlihat melalui gerakan “de-dolarisasi”, misalnya menciptakan sistem keuangan global dan mengurangi dominasi dolar AS yang selama ini menjadi mata uang utama dalam perdagangan dan perdagangan. perdagangan di seluruh dunia. .

“Tujuan (BRICS) adalah untuk menekankan keberagaman, bukan unipolarisme AS,” kata Idil.

“Beberapa buku sulit mengatakan bahwa BRICS adalah kelompok reformasi yang ingin mengubah status quo… atau ada yang menyebutnya sebagai kelompok negara yang tidak terpengaruh.”

BRICS juga dipandang sebagai revolusi baru melawan Barat sejak runtuhnya KTT Asia-Afrika dan Gerakan Non-Blok, kata direktur kerja sama internasional Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, Musa Maliki.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *