Dalam artikel terakhir saya, saya menyoroti pentingnya dan pentingnya kepemimpinan dalam olahraga. Dalam situasi dan kondisi saat ini, kepemimpinan memang sangat penting agar prestasi olahraga Indonesia semakin mendunia.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mempercepat ekosistem dan membawa pencapaian Indonesia ke tingkat global.
Baca juga: Memimpin Transformasi Olahraga Tanah Air
Pada dasarnya para pemimpin dunia olahraga harus mempunyai kesadaran dan visi terhadap olahraga Indonesia. Visi ini kemudian diterjemahkan ke dalam kebijakan praktis yang dapat segera diterapkan untuk mempercepat pengembangan keterampilan. Tantangan Akselerasi
Namun, ada berbagai tantangan dalam mempercepat ekosistem game kami dan mencapai kesuksesan. Setiap permainan memiliki dinamikanya masing-masing, sehingga pendekatan satu ukuran untuk semua tidak akan berhasil.
Performa para atlet di Asian Games 2022 dapat menjadi dasar analisis kita mengenai tantangan percepatan kemajuan Olimpiade Indonesia.
Meski berhasil meraih 7 medali emas, 11 medali perak, dan 18 medali perunggu, namun performa para atlet belum memuaskan masyarakat, sehingga Menpora berharap dapat melakukan penilaian menyeluruh terhadap keterampilan para atlet kita.
Para atlet sudah berusaha semaksimal mungkin, jadi tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Kita perlu melihat hal ini dari perspektif sistem: Apa yang salah dan apa yang bisa kita tingkatkan bersama?
Jika kita melihatnya dari perspektif sistem, ada tiga tantangan yang perlu kita atasi bersama.
Tantangan pertama adalah kurangnya anggaran. Kabar tersebut juga diumumkan Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari pada Juli 2023.
Dijelaskannya, alokasi anggaran olahraga hanya 0,001%. Jumlah ini tentu harus dimaksimalkan, namun di sisi lain justru mengurangi fleksibilitas kebijakan.
Mari kita bandingkan anggaran olahraga kita dengan anggaran Tiongkok. Pada tahun 2019, Tiongkok menyediakan sekitar 9,35 miliar yuan atau 20,75 triliun rupiah.
Sementara anggaran olahraga Indonesia sebesar US$2,32 triliun. Perbedaannya sekitar 10 kali lipat. Perbedaan anggaran antara Tiongkok dan Indonesia juga mencerminkan prioritas yang berbeda.
Tantangan kedua adalah manajemen pengembangan talenta. Indonesia saat ini belum memiliki sistem pelatihan talenta seperti Amerika Serikat.
Mari kita ambil bola basket sebagai contoh. Kami memahami bahwa sistem bola basket Amerika sangat maju. Mereka memiliki sistem draft, dan siswa dengan bakat di bidang ini memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam draft dan bergabung dengan klub bola basket besar.
Sementara itu, di Indonesia, praktik tersebut masih tidak sistematis. Ada banyak aktor yang bisa berperan dalam perkembangan olahraga Indonesia.
Namun, hal ini masih belum sesistematis di Amerika Serikat. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia jika ingin mengembangkan bakat. Selain itu, akan ideal untuk melatih atlet berusia antara 6 dan 12 tahun, karena ini adalah usia terbaik untuk belajar.
Selain itu, 48,8% masyarakat tidak puas dengan pedoman yang diberikan pemerintah, menurut data Litbang Kompas 2021.
Studi ini juga mengungkapkan tiga harapan terkait kesejahteraan atlet: dana pensiun (33%), pelatihan dan pendanaan (21,5%) dan remunerasi/gaji/bonus (21,2%).
Tantangan ketiga adalah rendahnya partisipasi masyarakat. Hal ini terlihat pada tingkat kesehatan masyarakat kita.
Berdasarkan Indeks Pembangunan Olahraga 2021, sekitar 76% masyarakat masuk dalam kategori tidak sehat.
Sementara itu, kurang dari 20% remaja akan menikmati perjalanan pada tahun 2022, menurut Activity Health Kids Global Alliance yang bekerja sama dengan Sun Life.
Data di atas menunjukkan tingkat kesadaran olahraga masyarakat Indonesia. Tentu saja hal ini harus kita atasi bersama-sama, karena salah satu syarat untuk mengembangkan keterampilan adalah kemauan mereka untuk berolahraga.
Jika masyarakat khususnya generasi muda tidak menyukai aktivitas fisik, maka akan sulit menemukan generasi muda.