JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Polisi melakukan 29 pembunuhan di luar proses hukum dalam rangkaian 116 insiden kekerasan yang melibatkan Pasukan Bhayangkara sepanjang tahun 2024, menurut pantauan Amnesty International Indonesia pada periode Januari-November.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menjelaskan total 31 korban meninggal dalam 29 kasus pembunuhan di luar hukum yang tersebar di Papua (5), Sumatera Utara (4), Riau (3), Sumatera Selatan (2), Banten (2 ), dan Aceh (2).
“Di Papua sering kita temukan pembenaran bahwa polisi atau tentara berurusan dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat,” kata Usman dalam konferensi pers, Senin (9/12/2024).
Namun sebagian besar kasus kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian atau TNI bukan dilakukan dalam konteks konflik bersenjata, melainkan warga biasa yang menjadi sasaran perilaku brutal aparat keamanan, lanjutnya.
Baca juga: Amnesty Sebut Kekerasan Polisi di Tahun 2024 Bukan Tindakan Individu, Tapi Kebijakan
Misalnya saja pada Januari 2024, polisi menembak mati warga sipil berinisial YS (40) di Intan Jaya, Papua Tengah.
Kemudian, pada Agustus lalu, anggota Brimob Pos Seklai Dekai Yahukimo, Papua Hills, bahkan menembak TS (22), pegawai Badan Penyelenggara Pemilu (Bawaslu) setempat yang hendak pulang menggunakan sepeda motor.
Pembunuhan brutal ini juga sering dilakukan secara brutal.
Usman mencontohkan, di Batu Badak, Lampung Timur, Maret lalu, polisi menembak perut pria berhuruf R (34) hingga tewas di hadapan keluarganya, lalu menyeret jenazah korban ke dalam mobil.
Selain itu, masih terdapat 26 kasus penyiksaan dan kebrutalan yang dilakukan aparat kepolisian pada tahun 2024 dengan jumlah korban sebanyak 39 orang di 18 wilayah.
Baca juga: Detail KontraS: Polisi Lakukan 34 Pembunuhan Brutal Setahun Terakhir
Pada tanggal 9 Juni misalnya, dengan dalih mengendalikan konflik, polisi menangkap AM (13), lima anak-anak dan dua orang dewasa dan menganiaya mereka.
AM meninggal dunia di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, dengan luka memar di badan dan luka di kepala.
Pada 27 Oktober, petugas memukuli seorang warga berinisial WTM di Cilegon, Banten hingga tewas karena tidak menerima teguran korban saat petugas sedang minum-minum.
“Hal ini, seperti laporan Komnas HAM, laporan Kontras, dan mungkin laporan lainnya, menunjukkan bahwa polisilah yang paling banyak melakukan penyiksaan dan kekerasan, mulai dari menyiksa warga yang menentang sengketa tanah hingga warga yang menunjukkan haknya,” kata Usman.
Baca Juga: Gamma Terakhir untuk Orang Tua, 30 Menit Sebelum Dia Ditembak Polisi
Polisi menurut pantauan Amnesty sepanjang tahun 2024 juga terlibat dalam 28 kasus intimidasi dan kekerasan fisik, 21 penangkapan sewenang-wenang, 7 penggunaan gas air mata ilegal, 3 penahanan paksa, 1 penghilangan sementara, dan 1 pembubaran diskusi. .
Usman menegaskan, statistik tersebut menunjukkan bahwa seluruh tindak kekerasan tersebut bukan disebabkan oleh tindakan aparat kepolisian yang menyimpang, melainkan mencerminkan gaya kebijakan represif Laskar Bhayangkara.
Hal ini terus terjadi karena belum adanya evaluasi menyeluruh terutama di tingkat komandan, karena tindakan yang jelas-jelas melanggar kode etik aparat penegak hukum memang dibenarkan.
“Peristiwa (kekerasan) di lapangan yang kita lihat sebelumnya bukanlah aparat kepolisian yang bertindak sendiri, atau tentara yang bertindak bertentangan dengan perintah atasannya, melainkan kebijakan kepolisian. Kebijakan kepolisian,” kata Usman. Dengarkan berita terkini dan pilihan berita kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses Saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.