Jakarta, sp-globalindo.co.id – Industri otomotif Indonesia saat ini menghadapi tantangan berat di tengah perubahan kondisi perekonomian. Inflasi selama lima bulan berturut-turut telah menimbulkan pertanyaan mengenai keberlanjutan sektor ini.
Untuk itu, Vice President PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mendesak pemerintah mempertimbangkan kembali kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) tahun depan.
Jika itu terjadi, industri akan memasuki masa stagnasi. Keadaan dimana kemampuan dan daya beli masyarakat menurun, namun harga pasar naik akibat kenaikan pajak, termasuk pajak pertambahan nilai.
Baca juga: Indonesia akan mengekspor bahan baku baterai mobil listrik ke Tesla bulan depan
“Jadi kita ingin semuanya bisa mengontrol diri mereka sendiri. Pemerintah harus mengontrol diri mereka sendiri, tidak menaikkan PPN, dan kalau bisa dihentikan,” kata Bob, Rabu (23/10) malam, di Jakarta, 23 Oktober 2024.
Lebih lanjut ia menambahkan, “Harusnya pelaku korporasi tidak menaikkan harga lagi. Daya beli buruh harus dijaga, sehingga tidak ada masalah dalam menaikkan upah buruh. Hal ini akan meningkatkan produktivitas
Selain itu, semua pihak perlu berperan aktif untuk menghindari kebuntuan.
Pemerintah juga harus mempertimbangkan kebijakan perpajakan yang bijaksana, dengan harapan dunia usaha tidak menaikkan harga jika tidak diperlukan.
Namun, belum bisa dipastikan apakah Toyota akan mempertahankan harga kendaraan dalam kondisi tersebut. Sebab, untuk pasar dalam negeri merupakan bidang dari PT Toyota Astra Motor (TAM).
Baca juga: Hindari Pungli, Dinas Perhubungan DKI Sediakan Porter Resmi di Terminal Bus
“Kami tidak mempermasalahkan kenaikan, tapi kami butuh skalabilitas. Jangan sampai kita menambah beban, menaikkan harga, dan mendorong perekonomian ke jurang stagnasi,” kata Bob.
“Stagflasi merupakan tahap sebelum resesi,” tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto berencana menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Hal ini sesuai dengan UU Harmonisasi Tata Cara Perpajakan (HPP).
Namun, pada saat yang sama, populasi kelas menengah di Indonesia menyusut, sehingga menurunkan daya beli mereka, dengan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dari 57,33 juta menjadi 47,85 juta selama lima tahun terakhir. 2024 (data BPS).
Baca juga: Penjualan Hybrid Lesu di September 2024, Innova Xenix Menang
Sementara itu, berdasarkan data S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 juga turun di bawah 50, tepatnya sebesar 48,9. Angka ini turun dari 49,3 pada bulan lalu.
Sepanjang Januari hingga Agustus 2024, total penjualan dan pengiriman mobil baru dari pabrik ke diler mencapai 560.619 unit, turun 17,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 675.859 unit.
Sementara penjualan ritel turun 12,1% dari 665.262 unit menjadi 584.857 unit pada periode yang sama. Dengarkan berita terkini dan cerita pilihan langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda dan kunjungi saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.