Pada tanggal 2 Desember 2024, Presiden terpilih AS Donald Trump mengirimkan pesan yang langsung menyita perhatian dunia dan memicu diskusi hangat mengenai masa depan dolar AS dalam perekonomian dunia.
“Jika negara-negara BRICS berupaya melemahkan dolar AS atau mendorong penarikan dolar, saya akan mengenakan pajak 100% pada seluruh ekspor mereka,” tulis Trump.
Tweet tersebut bukan sekadar retorika populis, namun merupakan pengingat akan sikap agresif pemerintahan Trump terhadap tantangan terhadap tata kelola ekonomi AS.
Dampak langsung terhadap orientasi strategis Indonesia terhadap BRICS menimbulkan pertanyaan penting mengenai masa depan kebijakan luar negeri Indonesia dan posisinya di dunia kutub.
Baca juga: Menlu Ungkap di Depan DPR Keuntungan Indonesia Bergabung dengan BRICS
Ketertarikan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS terus berlanjut, apalagi Indonesia secara resmi mengumumkan niatnya untuk mengajukan keanggotaan pada KTT BRICS tahun 2024 di Kazan, Rusia.
Bagi Indonesia, BRICS, yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, serta negara-negara berkembang seperti Mesir, Etiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab, memberikan platform penting bagi partisipasi ekonomi dan politik. Dengan negara adidaya baru dari belahan bumi selatan.
Sebagai negara berkembang, Indonesia melihat keanggotaan ini sebagai cara untuk memperkuat suaranya terhadap isu-isu global seperti multilateralisme, kesetaraan ekonomi dan keamanan regional, isu-isu yang sangat relevan dengan prioritas pembangunan nasional Indonesia.
Namun, tweet Trump memberikan perspektif yang kuat, menggarisbawahi biaya dan kompleksitas yang terkait dengan keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS.
Amerika Serikat tetap menjadi mitra ekonomi dan keamanan yang tidak dapat disangkal bagi Indonesia, yang berupaya mendiversifikasi kebijakan luar negerinya dan mengurangi ketergantungannya pada struktur ekonomi Barat.
Ancaman pajak 100% terhadap negara-negara BRICS, yang merupakan alat untuk melindungi dolar AS, menyoroti risiko yang dihadapi Indonesia jika bergabung dengan blok yang dianggap sebagai saingan Barat.
Baca juga: Perpres Saya Ingatkan Pemerintah Jangan Terlibat Kepentingan Negara BRICS Lainnya
Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono berpendapat bahwa keanggotaan BRICS sejalan dengan kebijakan luar negeri Indonesia berdasarkan prinsip-prinsip “aktif dan independen” yang sudah lama ada, berupaya untuk menghindari keterlibatan dengan satu kekuatan sambil mendorong dialog antara kedua negara.
Partisipasi Indonesia dalam BRICS akan memungkinkan negara ini untuk memperkuat suaranya di arena diplomatik dan bergabung dengan negara-negara yang berpikiran sama dalam isu-isu utama yang menjadi kepentingan nasional, termasuk perjuangan untuk sistem keuangan global yang lebih adil. Mendukung negara-negara berkembang dalam perdagangan internasional.
Secara khusus, Indonesia melihat BRICS sebagai pengganti suara negara-negara Selatan yang dapat bersaing dengan dominasi AS dan Eropa di lembaga-lembaga internasional.
Namun, isu dedolarisasi – keinginan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan dan keuangan internasional – masih menjadi inti ketegangan antara BRICS dan negara-negara Barat.
Tweet Trump adalah pernyataan yang jelas mengenai niatnya: setiap upaya BRICS untuk mengurangi kendali atas dolar AS akan menemui perlawanan yang kuat.