Jakarta, Komas.com – Komisi Parlemen II Indonesia membuka peluang untuk membahas pengembangan hukum (hukum) hukum (hukum) hukum untuk mengusulkan keberadaan pengadilan agraria.
Itu ditransfer oleh wakil presiden House of Representative Commissions II Dede Yusuf kepada audiensi House of Representative Commission II bersama dengan agenda mendengarkan keluhan publik, negara negara mafia, Kamis (23/05/2025) kemarin.
“Di masa lalu itu adalah rencana untuk melakukan hukum negara, tetapi kemudian Ciptaker terganggu. Mungkin di masa depan kita perlu memikirkan masalah pengadilan agraria, jadi tidak perlu menggunakan pengadilan umum,” kata Dede Yusuf pada hari Kamis.
Menurutnya, jalan harus dipertimbangkan bahwa masih ada banyak kasus nasional yang telah dialami masyarakat dan tidak dapat diselesaikan.
Baca juga: DPR merangkum banyak orang ATR/BPN untuk “membuka pintu” untuk mafia negara
“Yah, kita harus menyimpannya di masa depan, karena rasanya hukum ini benar -benar akan dibutuhkan,” kata Dede.
Dalam hal ini, politisi Demokrat mengumumkan bahwa Dewan Perwakilan Komisi II telah menerima lebih dari 60.000 keluhan terkait dengan kasus -kasus negara tersebut.
Namun, dedikasi yang sedang berlangsung, banyak dari kasus ini belum diselesaikan hingga hari ini.
“Jadi, kami memiliki lebih dari 60.000 laporan terkait tanah dan di masa lalu banyak yang belum selesai,” kata mantan wakil gubernur Jawa Barat.
Atas dasar ini, Komisi II Parlemen Indonesia saat ini secara teratur telah mengadakan pertemuan audiensi publik (RDPU) yang secara khusus mendengarkan keluhan publik, terutama sehubungan dengan masalah nasional.
Baca juga: janji tanah Nusron Tebas Mafia, begitulah caranya
Dalam implementasinya, Komisi II akan mencari Kementerian Agrarian dan Perencanaan Luar Angkasa (ATR)/Badan Negara Nasional (BPN) untuk menghadiri dan mendengar keluhan yang terlibat dalam RDPU secara langsung.
“Pada saat ini formulir tersebut mendengarkan masyarakat dan keberadaan pemerintah. Berikut adalah Direktur Jenderal PHPT (penentuan hak tanah dan pendaftaran) dan PSKP (penggunaan sengketa dan konflik nasional) untuk segera menikahi masalah,” kata Dede.
“Jadi kami dapat berpartisipasi dalam memantau perkembangannya. Karena Komisi II tidak lengkap, kami mengendalikan pemerintah,” katanya.
Ingat, diskusi tentang Undang -Undang Proyek di Bumi dibuat oleh pemerintah dan DPR pada tahun 2019.
Namun, DPR memutuskan untuk menunda ratifikasi Undang -Undang Draf Negara (RUU).
Keputusan itu dibawa ke Komite Perburuhan di Komite Perburuhan RUU (MANJA) di Dewan Perwakilan Komisi II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/09/2019).