BILL Gates menggambarkan kecerdasan buatan (AI) sebagai teknologi paling revolusioner sejak perusahaannya mempopulerkan komputer pribadi pada tahun 1980an.
Salah satu pendiri Microsoft (MSFT) memperkirakan bahwa kecerdasan buatan dapat mengubah seluruh industri, bahkan berdampak signifikan pada sektor hukum (Observer.com, 17/06/2024).
Pendapat lain mengenai peran AI di bidang hukum juga terdapat dalam artikel yang diterbitkan oleh United Nations University di Tokyo dengan judul “AI And The Law – Navigating The Future Together” (13/02/2024).
Baca juga: Bill Gates, AI dan Hukum (Bagian I)
T. Marwala mencatat beberapa hal terkait hubungan antara kecerdasan buatan dan hukum. Kecerdasan buatan mempunyai potensi untuk memperbaiki sistem hukum agar lebih adil, efisien dan lebih mudah diakses, namun pertanyaan dan hambatan etis masih ada.
Kecerdasan buatan adalah alat revolusioner di sektor hukum. Dengan akses data yang lebih luas dan infrastruktur komputasi yang lebih kuat, AI berpotensi mempercepat proses hukum dan meningkatkan pengambilan keputusan.
Dalam konteks ini, kecerdasan buatan berpotensi mengubah cara kerja para profesional hukum dan cara masyarakat mengakses sistem peradilan. Salah satu penerapan AI yang menonjol adalah sebagai alat penelitian hukum.
Teknologi ini juga dapat menghemat waktu dan biaya dalam pembuatan dokumen hukum. Kecerdasan buatan juga berguna untuk melakukan analisis prediktif dan memproyeksikan hasil analisis hukum.
AI dapat menganalisis data hukum dengan cepat dan memberikan wawasan yang sebelumnya sulit diperoleh.
Melihat baik-baik pendapat ini, saya melihat bahwa keandalan dan tanggung jawab AI adalah syarat utama.
Selain itu, chatbots dan asisten virtual dapat meningkatkan aksesibilitas informasi hukum kepada masyarakat. Dalam fungsi tersebut, faktor pemerataan akses bagi seluruh masyarakat menjadi prasyarat, dimana keadilan dan kepentingan hukum menjadi tolok ukurnya.
Diperlukan peraturan yang dapat menjamin akses yang setara bagi seluruh warga negara, serta melatih cukup banyak masyarakat untuk menggunakan teknologi ini secara efektif.
Halusinasi, bias, dan prediksi tidak akurat yang dihasilkan oleh AI sangat bergantung pada materi pelatihan yang andal dan komprehensif yang “dimakan oleh AI”.
Bagaimana kita bisa mendapatkan hasil yang lebih baik dan akurat jika materi pelatihan hukum Indonesia tidak diupdate di chatbot? Chatbot yang kaya akan konten legal dari suatu negara akan sangat berguna bagi pengguna dari negara tersebut. Pengawasan
Diperkirakan akan ada penggunaan AI yang lebih besar di bidang hukum, yang dapat melanggengkan diskriminasi yang ada dalam sistem hukum dan menjadi isu pelatihan. Hal ini akan menimbulkan dampak kontraproduktif jika bias yang ada tidak dikelola dengan baik.
Hal ini tidak terlepas dari berbagai materi pelatihan AI terkait big data yang memuat topik hukum memiliki kecenderungan seperti itu. Oleh karena itu, diperlukan seleksi data yang ketat di bawah pengawasan ahli hukum.