JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Badan Narkotika Nasional (BNN) mengidentifikasi tiga daerah yang berpotensi menjadi pemasok obat ke Indonesia.
Ketiga wilayah tersebut adalah Merak Emas (Amerika Selatan), Bulan Sabit Emas (Afghanistan, Iran, Pakistan) dan Segitiga Emas (Thailand, Myanmar, Laos).
“BNN melihat ini bukan hanya masalah nasional tapi juga masalah internasional. Ada tiga sentra produksi obat yang kami dirikan di sini,” kata Toton Rasid, Wakil Presiden Bidang Hukum dan Kerja Sama BNN RI, di Jakarta, Rabu (12 /04/2024).
Baca juga: Kepala BNN Akan Perkuat Intelijen Perbatasan yang Terkena Peredaran Narkoba
Dia mengatakan, ada tiga kota yang diduga pemasok sabu untuk diekspor ke Indonesia.
Menurutnya, Indonesia tidak secara langsung memproduksi produk ilegal.
Jadi untuk yang namanya sabu, kita paham sampai saat ini belum ada produksi langsung di Indonesia, semuanya dari luar, jelasnya.
Strategi BNN untuk mencegah masuknya narkoba ke Indonesia adalah dengan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menutup jalur yang ada.
“Makanya ide-ide seperti itu harus kita temui,” jelasnya.
“Cara hidup kita atau cara tradisional sangat banyak. “Lautan kita terbuka, bagaimana mungkin masyarakat tidak membawa narkoba, termasuk sabu dan lain-lain,” imbuhnya.
Baca juga: BNN Bali Sebut 5 Korban Kasus Narkoba ke Pihak Berwenang
Menurut Totton, sekitar 80 persen laporan peredaran obat BNN berasal dari laut. Ada juga jaringan narkoba internasional yang terdiri dari banyak organisasi.
“Kami telah ditangkap, ada yang dari Nigeria, Iran, Pakistan, Myanmar, Thailand, Malaysia, dan ada pula yang dari Taiwan,” imbuhnya.
Menurutnya, Indonesia merupakan sasaran pertama perdagangan narkoba. Menurut penelitian pada Agustus 2024, jumlah orang yang saat ini terpapar obat tersebut telah turun menjadi 3,3 juta, turun dari 3,6 juta pada tahun 2021.
“Indonesia jadi target peredaran narkoba. Pertama, jumlah penduduk yang menjadi target kita 280 juta jiwa. Jadi BNN hati-hati jangan sampai angkanya (3,3 juta) bertambah. Artinya, itu kerja keras,” imbuhnya.
Baca juga: Ditjen Pas, BNN dan Polri Buru Tujuh Napi di Lapas Salemba
Berdasarkan survei tahun 2021-2023, kelompok umur 15 hingga 24 tahun mengalami peningkatan jumlah pengguna narkoba sebesar 0,01 poin. Di kalangan generasi muda, angka ini akan meningkat dari 1,4 persen (tahun 2021) menjadi 1,52 persen (tahun 2023), setara dengan 312 generasi muda. Sedangkan kelompok umur 25-64 tahun mengalami penurunan paling besar.
“Jadi berdampak dan berdampak pada tahun 2045. Berbahaya, di masa keemasan, katakanlah pertumbuhan yang luar biasa itu lebih banyak jika dideteksi dibandingkan tahun 2021,” ujarnya lebih lanjut.
Toton menambahkan, dari hasil penelitian, jika 3,3 juta masyarakat menggunakan narkoba seperti ganja, sabu, psikotropika, dan heroin maka nilai transaksinya mencapai Rp 524 triliun per tahun.
“Itu berdasarkan perhitungan kami, jadi kami tidak main-main dengan angka-angka itu,” ujarnya.
“Tapi masih lebih rendah dibandingkan Judol,” candanya. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih berita yang Anda suka untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.