Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti dalam beberapa pekan terakhir sempat “yakin” bahwa iuran peserta BPJS Kesehatan bisa meningkat pada pertengahan tahun 2025.
Nah, bagaimana mungkin? Ya, karena penyakit keuangan lama BPJS Kesehatan kembali muncul yakni mengalami “pendarahan keuangan” yang disebut defisit keuangan.
Jika tidak ada penyuntikan karena kenaikan iuran, dikhawatirkan BPJS Kesehatan akan mengalami gagal bayar. Wah, itu mengerikan!
Fenomena defisit keuangan ini tentu mengejutkan. Sebab hingga tahun 2020 ini keuangan BPJS Kesehatan sudah surplus.
Baca juga: Paradoks Kenaikan PPN 12%
Mengapa sekarang “berdarah” lagi? Penonton pasti bertanya-tanya apa penyebab semua ini? Dan apakah menaikkan suku bunga merupakan satu-satunya solusi untuk mengatasi “perdarahan finansial” ini?
Ghufron Mukti mengklaim keruntuhan finansial BPJS Kesehatan disebabkan oleh membludaknya penggunaan peserta BPJS Kesehatan hingga 1,2 juta pengguna per hari. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya yang hanya sekitar 750.000 penggunaan sehari-hari.
Jika kita berkutat pada statistik pelayanan publik peserta BPJS Kesehatan, pernyataan tersebut bisa jadi beralasan.
Namun, kita tidak boleh berhenti pada statistik saja. Kita harus bertanya lebih lanjut mengapa angka kegunaannya begitu tinggi dan apakah ada faktor kunci lainnya?
Angka statistik yang tinggi bukan merupakan satu-satunya penyebab, namun juga dipicu oleh penyebab lain yaitu jenis penyakit tertentu yang mendominasi utilitas BPJS Kesehatan.
Jenis penyakit tertentu yang dimaksud adalah jenis penyakit katastropik yang ternyata menjadi “monster” yang memanfaatkan keuangan BPJS Kesehatan.
Ciri-ciri penyakit katastropik seperti kanker, stroke, diabetes mellitus dan jantung koroner; mereka benar-benar menggerogoti kantong keuangan BPJS Kesehatan.
Misalnya penyakit jantung koroner akan menelan biaya Rp 23 triliun pada tahun 2023.
Baca Juga: Menkes: Masyarakat tidak perlu khawatir dengan iuran BPJS kesehatan pada tahun 2025
Keempat jenis penyakit katastropik ini sebenarnya menjadi biang keladi utama pelayanan BPJS kesehatan secara keseluruhan.
Ironisnya, angka prevalensinya terus meningkat, bukan menurun. Artinya ada masalah yang sangat serius di hulunya, yaitu faktor gaya hidup yang tidak sehat.
Gaya hidup tidak sehat inilah yang sebenarnya menjadi biang utama keruntuhan finansial BPJS Kesehatan.