SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Kesehatan

Bukan Hanya Masalah Gizi, Infeksi Berulang Juga Picu Stunting

sp-globalindo.co.id – Wijaya Lukito, ahli gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menekankan pentingnya fokus pada faktor infeksi untuk mengatasi sembelit di Indonesia. Stunting, kata dia, tidak hanya disebabkan oleh masalah gizi, tapi juga karena infeksi yang berulang.

“Stunting disebabkan oleh tiga unsur, yaitu malnutrisi dan kurangnya penerimaan, infeksi ulang, dan kurangnya stimulasi psikososial.” Infeksi tuberkulosis (TB) masih tinggi di Indonesia. Dari sekian banyak kasus TBC, berapa banyak yang menderita anemia dan gizi buruk? Patut menjadi perhatian,” kata Vidya, dilansir Antara, Senin (25/11/2024).

Baca Juga: BKKBN Sebut Otak Anak Pingsan Bisa Terus Berkembang Hingga Usia 20-an

Ia menjelaskan, menyikapi pembangunan memerlukan analisis lebih mendalam terhadap kondisi di masing-masing provinsi.

Deteksi infeksi pada anak dan ibu hamil merupakan hal yang penting, karena infeksi dapat mempengaruhi keberhasilan perbaikan gizi.

“Kebodohan jangan hanya dilihat oleh tokoh nasional, tapi juga provinsi. Mulai saat ini kita harus lebih serius lagi. Kebodohan itu akibat dari kurang gizi kronis, jadi ada masalah dengan minum-minum. Tapi jangan lupakan infeksi, karena Banyaknya kasus diare dan TBC di Indonesia. “Kalau anak merasa ingin memperbaiki gizinya, tapi penyakitnya, perbaikan itu bisa terganggu,” tambah Vidya.

Selain itu, Vijaya juga menyebutkan pentingnya peran tenaga medis dalam memahami kondisi nyata di lapangan agar penanganan kejutan bisa lebih tepat sasaran.

“Kita belum punya data yang jelas. Misalnya kita mengukur tinggi badan anak, tapi tahukah kita penyebab stunting pada anak? Apakah diperiksa? Apakah ada kasus infeksi cacing atau TBC? Kalau TBC terdeteksi dan tidak diobati sepenuhnya. ” maka anak-anak di bawah usia lima tahun harus diskrining tambahan,” tegasnya.

Sebagai solusinya, Vijaya menyarankan agar program Pemberian Makan Gizi Gratis (MBG) diintegrasikan dengan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Badan Kesehatan Sekolah, dengan tujuan untuk mengurangi angka kelaparan.

“MBG memang bagus, namun agar efektifitasnya optimal harus diintegrasikan dengan UKS di sekolah. Di sana, siswa bisa dipantau penyakitnya seperti diare atau cacingan yang bisa mempengaruhi status gizinya,” ujarnya.

Baca juga: Nutrisi yang Tepat untuk Ibu Hamil: Kunci Utama Hindari Kejutan di Usia Muda

Sementara itu, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (NPFPA) Vihaji mencanangkan Program Aksi Keputusan Orang Tua sebagai bagian dari upaya menurunkan angka stunting.

Menurut Vihaji, peran orang tua asuh dinilai lebih efektif dalam mengatasi shock, khususnya bagi sejuta anak di Indonesia.

“Gerakan Pendidik kami hadirkan untuk mencegah satu juta anak terheran-heran di Indonesia karena negara tidak mampu menyelesaikan seluruh persoalan masyarakat.” Oleh karena itu diperlukan orang tua asuh. “Setiap orang tua asuh akan menangani sejumlah anak berdasarkan data dan menciptakan lingkungan yang sesuai,” kata Vihaji.

Program ini akan memberikan bantuan berupa sanitasi bersih dan makanan bergizi, sehingga masalah kelaparan bahkan bisa ditekan hingga nol. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://vvv.vhatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan aplikasi WhatsApp Anda sudah terinstal.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *