Jakarta, sp-globalindo.co.id – Letjen TNI (Purn) Prof. Dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad (K) mengatakan, dirinya ditunjuk sebagai penasihat khusus presiden di bidang kesehatan.
Penunjukan itu dilakukan Terawan saat ditemui media di Istana Negara jelang pelantikan kepala badan, utusan khusus, penasihat khusus, dan staf khusus pada Selasa (22/10/2024).
Saya baru tahu hari ini menjadi penasihat presiden bidang kesehatan nasional, kata Terawan, Selasa pagi.
Baca juga: Menteri dan Wakil Menteri Sumber Daya Manusia di Kabinet Prabowo-Gibran
Terawan menjabat Menteri Kesehatan sejak 23 Oktober 2019 hingga digantikan pada 23 Desember 2020 digantikan oleh Budi Gunadi Sadikin.
Lahir di Yogyakarta pada tanggal 5 Agustus 1964, beliau menyelesaikan pendidikan dokter di Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 1990.
Setelah lulus, Terawan mendaftar menjadi tentara Indonesia dan ditugaskan ke daerah seperti Lombok, Bali dan Jakarta untuk menyelesaikan tugas kesehatan militer.
Pada tahun 2009, ia termasuk dalam kursi kepresidenan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Terawan terkenal dengan pengobatan “cuci otak”.
Terawan melanjutkan studinya di Jurusan Radiologi Universitas Airlangga pada tahun 2004 dan memperoleh gelar Ph.D. di Universitas Hasanuddin pada tahun 2016.
Pada tahun 2015, ia menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, yang namanya dikenal luas karena metode pengobatan “cuci otak” yang diperkenalkannya.
Dilansir Harian Kompas (4/4/2018) Cerebral palsy merupakan metode Digital Subtraction Angiogram (DSA) untuk pasien stroke.
Baca juga: Agenda Prabowo Hari Ini, Pelantikan Badan, Penasehat Khusus, Utusan Khusus, dan Staf Khusus.
Pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, meski Terawan mengatakan pengobatan tersebut memberikan hasil positif bagi pasien stroke.
Faktanya, kerabat pasien telah menunjukkan bahwa pengobatan ini tidak hanya dapat menyembuhkan tetapi juga mencegah stroke.
Namun ide pengobatan stroke tersebut menyebabkan ia harus dikeluarkan sementara dari Majelis Kehormatan Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) selama 12 bulan terhitung sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019.
Saat itu, Ketua MKEK IDI Prijo Pratomo menyatakan Terawan melanggar kode etik dokter, Pasal 4, yang menyatakan dokter tidak boleh melakukan pemeriksaan mandiri.
Demikian pula Pasal 6 menyatakan bahwa “Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau melaksanakan penemuan, teknik, atau pengobatan baru yang belum tervalidasi dan dapat menimbulkan keresahan masyarakat.”