JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Presiden Rusia Vladimir Putin tidak ditangkap meskipun ia berkunjung ke Mongolia, negara anggota Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), di mana ia seharusnya ditangkap berdasarkan surat perintah penangkapan.
Putin mengunjungi Mongolia pada awal September 2024. Alih-alih ditangkap, ia malah dihadiahi karpet merah di ibu kota, Ulan Bator.
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengatakan strategi Rusia adalah untuk menunjukkan bahwa surat perintah penangkapan ICC tidak ada artinya dan tidak memiliki kekuatan untuk menangkapnya.
Baca juga: Bukannya Ditangkap, Putin Berjalan di Karpet Merah di Mongolia
Itu sebabnya pemerintah Rusia sudah lama mengincarnya, sejak mereka (ICC) mengeluarkan perintah (penangkapan), bagaimana mereka (Rusia) melawannya, bagaimana membuatnya tidak berguna, kata Hamianin. Wawancara sp-globalindo.co.id, Selasa (8/10/2024).
Hamianin mengklaim Rusia juga berupaya mendekati Afrika Selatan, tuan rumah KTT BRICS Agustus 2023. Afrika Selatan juga merupakan anggota ICC.
BRICS adalah sekelompok negara yang kuat secara ekonomi dengan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan sebagai anggota utamanya.
Pada akhirnya Putin tidak datang. Ia hanya memberikan pidato biasa, digantikan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin, menuduh presiden Rusia tersebut melakukan kejahatan perang dengan mendeportasi secara ilegal 20.000 anak-anak Ukraina ke Rusia.
“(Anak-anak tersebut) termasuk anak yatim piatu dan anak-anak penyandang disabilitas, termasuk anak-anak yang orang tuanya dibunuh oleh pasukan Rusia,” kata Hamianin.
Namun dalam praktiknya, ICC tidak bisa berbuat banyak jika Mongolia tidak memenuhi kewajibannya.
“Mongolia pasti akan dituntut oleh Pengadilan Kriminal Internasional karena melanggar kewajiban kerja samanya,” kata Tamas Hoffmann, peneliti senior di Institute for Legal Studies, seperti dikutip Politico.
“ICC dapat memutuskan untuk merujuk kasus ini ke Majelis Negara-Negara Pihak, yang mungkin mengutuk pelanggaran yang dilakukan Mongolia berdasarkan prosedur yang tidak dipatuhi. Namun, tidak ada konsekuensi serius seperti sanksi bagi negara-negara yang melanggar,” tambah Hoffman.
Baca juga: Judi “Online”: Jebakan Indonesia, Rangkul Perang di Ukraina Dilema Mongolia
Menurut Hamianin, keputusan Mongolia untuk tidak menangkap Putin dapat dipahami karena posisi antara China dan Rusia, dua negara yang belum menandatangani Perjanjian Roma dan keduanya merupakan sekutu dekat.
Mongolia, negara demokrasi yang terletak di antara Rusia dan Tiongkok, memiliki hubungan budaya yang erat dengan Moskow dan hubungan dagang yang penting dengan Beijing, seperti dikutip kantor berita AFP.
Mongolia berada di bawah kekuasaan Moskow selama era Soviet dan telah memelihara hubungan baik dengan Kremlin dan Beijing sejak pecahnya Uni Soviet pada tahun 1991.