JAKARTA, sp-globalindo.co.id – “Judi. Menjanjikan kekayaan. Bohong. Sekalipun menang. Ini awal dari kekalahan…” – ujar penyanyi kenamaan Indonesia Rhoma Irama sambil menyanyikan salah satu bait lagu “Caca ” terkenal.
Raja Dangdut Rhoma Irama pasti kecewa melihat fenomena perjudian yang kini marak terjadi. Sejak tahun 1987, Rhoma Irama telah mengetahui bahaya tersembunyi dari perjudian. Judi yang kini sudah digital membuat para pemainnya semakin miskin bahkan “membunuh” mereka.
Pada masa Orde Baru, Rhoma Iram menulis lagu untuk mengingatkan masyarakat akan bahaya perjudian. Musik sang maestro dangdut masih relevan hingga saat ini. Bahayanya masih sama, bahkan berlipat ganda akibat semakin berkembangnya teknologi digital.
Baca juga: Polisi Tangkap Dua Operator Kasino Online di Jakarta Barat
Misalnya saja Udin (36), warga Banten, Tangsel. Sejak pertengahan tahun 2021 hingga saat ini, ia menghabiskan rata-rata Rp 300.000 per hari untuk deposit judi online. Udin tahu betul janji menang togel itu bohong.
“Sebenarnya saya baru sadar bahwa saya kecanduan judi online. “Kami sudah tahu mesin bisa menang, tapi kami tetap ingin berjudi,” kata Udin saat dihubungi sp-globalindo.co.id, Rabu (9/10/2024) sore.
Kecanduan Udi terhadap perjudian online membawa dampak buruk pada hidupnya. Sejak tahun 2021, iman Udi dihancurkan oleh perjudian online dimanapun dan kapanpun dia bekerja. Uang yang ditabung Udi untuk membeli sepeda motor dan mobil raib. Untungnya, dia tidak dinyatakan bersalah.
Uang tambahan yang ia peroleh dari pekerjaan sampingannya dihabiskan untuk berjudi di layar ponselnya. Udin menyayangkan mengeluarkan uang sekitar Rp 100 juta setelah diperkenalkan dengan perjudian online. Ia bahkan berani berbohong saat istrinya memergokinya berjudi online.
Pria dengan dua orang anak ini berharap tidak ada lagi yang terlibat perjudian online. Menurutnya perjudian online sangat berbahaya. Ia pun berharap aparat penegak hukum bisa menangkap pemilik, bandar judi, bahkan pengelola bisnis perjudian online tersebut.
“Ada baiknya para penjudi online mengetahuinya. Berhentilah berjudi ketika Anda tidak menjual apa pun atau memperdagangkan barang berharga dan sebelum Anda melakukan kejahatan. “Bisa merugikan orang lain, bukan diri sendiri,” kata Udin.
Baca Juga: Omzet Klub Judi Online dan Warga China Capai Rp 685 Miliar
“Kami sudah tahu bahwa kami bisa saja menang. Bahkan jumlah nilainya pun bisa disesuaikan. Ya namanya mobil,” imbuh pria yang berprofesi sebagai freelancer ini.
Budi (27) asal Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat berhasil lolos dari jerat judi online setelah ditangkap selama dua tahun. Dari modal Rp 20.000, Budi juga berinvestasi total Rp 134 juta, rincian Rp 63 juta dari uang pribadi dan Rp 73 juta dari riset pinjaman online.
“Saya kecanduan judi online karena ingin menghasilkan uang dengan cepat. Ya, Anda mendapatkan uang di awal permainan. Ini adalah permainan dealer, psikologi kita dimainkan. Jika kalah, Anda akan menang. Jadi sulit sekali untuk menghentikannya, kata Budi saat dihubungi sp-globalindo.co.id, Rabu (9/10/2024) malam.
Gaji yang ia peroleh sebagai pelayan di sebuah restoran cepat saji pun hilang. Faktanya, dia tidak bisa menikah karena perjudian online. Kapan pun ia punya akses internet, bahkan saat berziarah ke makam ayahnya, Budi berjudi online.
“Saat saya berhenti itu adalah bulan terakhir Ramadhan. Saya tidak bekerja lagi. Aku berpikir, kenapa hidupku seperti ini? Hanya berjudi online, tidak jelas kemana uangnya pergi. Faktanya, itu adalah kerugian. Saya ingin (memiliki) tujuan dalam hidup. “Jika saya terus berjudi online, saya tidak akan bisa mencapai impian saya untuk memiliki keluarga yang membahagiakan orang tua dan keluarga saya,” kata putra sulungnya.
Baca juga: Kisah Menyayat Hati Seorang Nenek Bertemu dengan Cucunya yang Dijual Orangtuanya untuk Judi Online
Ida Ruwaida, sosiolog Universitas Indonesia, mengatakan peningkatan pecandu judi online tidak hanya dilatarbelakangi oleh rasionalitas pendapatan dari perjudian online, tetapi juga masalah psikologis dan sosial.
“Ada hawa nafsu untuk memuaskan hawa nafsu yang tak terkendali dan untuk kesenangannya, mengabaikan bahayanya. Mereka cuek dan tidak mengetahui bahayanya, hawa nafsunya kuat (sha’awa), dan bahkan mendorong kebutuhan “teman”. pecandu alkohol menang,” kata Ida saat dihubungi sp-globalindo.co.id, Rabu (9/10/2024).
Selain itu, para pecandu memandang perjudian online sebagai “pelarian” dari permasalahan sosial seperti depresi, kecemasan, dan lain-lain. Ada faktor lingkungan yang mendorong perilaku adiktif ini di kalangan pecandu judi online.
“Adanya silaturahmi yang dapat menjadikan aktivitas perjudian online sebagai bagian dari budaya kelompok,” kata Ida. Mati, Bersalah, Dibebaskan
Udin dan Budi mungkin beruntung masih hidup meski terjangkit “penyakit” umum yang disebut perjudian. Banyak orang yang tetap menjadi penjahat hingga jenazahnya ditemukan karena terjebak dalam perjudian online. Jalan pintas ini mereka ambil karena tidak sanggup menanggung beban hutang pinjaman online akibat perjudian online.
Mereka yang menderita perjudian online tidak melakukan diskriminasi. Dari pekerja kerah biru hingga pegawai negeri, bahkan aparat keamanan pun “dibunuh” oleh perjudian online. Kejadian ini menunjukkan betapa buruknya dampak perjudian online.
Sebut saja GM (39), warga Kecamatan Kokalukuna, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. GM menganggur. Ia bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia, pekerjaan impian bagi sebagian hunter.
Baca juga: 2 Pemuda Merampok Tunarungu Karena Judi Online di Langkat
Menurut cerita istri dan anaknya, GM meninggal setelah gantung diri karena diduga terlilit hutang akibat judi online. GM terus berjudi meski hanya membayar Rp 16 juta dan tidak menang. Karena kalah, dia meminta pinjaman untuk membayar utangnya.
Lalu ada SR (32), pria yang berprofesi sebagai ojek online di Semarang, Jawa Tengah. Ia memutuskan gantung diri di rumah pada Rabu (19/6/2024) karena berjudi online. Sayangnya SR meninggalkan istrinya yang melahirkan.
Kapolrestabes Semarang Irwan Anwar mengatakan, SR mengirimkan pesan Whatsapp kepada istrinya yang berada di rumah orang tuanya. Dalam pesan terakhir, korban curhat kepada anaknya. Setelah menerima pesan ini, wanita yang terbunuh itu ketakutan dan meminta setan untuk membawanya ke rumah suaminya.
Istri korban dan saksi masuk ke dalam rumah, dan menemukan korban tergantung di kamarnya, kata Irvan pada Rabu (19/6/2024).
Bahaya tersembunyi dari perjudian online juga dihadapi oleh aparat penegak hukum. Anggota TNI-Polri hingga perwira juga banyak yang meninggal akibat perjudian online. Bak bom waktu, perjudian online terus meneror “markas” lembaga penegak hukum.
Baca Juga: Melawan Kecanduan, Kisah Korban Judi Online di NTT
Seorang prajurit TNI Personil Satgas Mobile RI-PNG Yonif 7 Marinir Lettu Eko Damara bunuh diri akibat terlilit hutang judi online saat bertugas di Papua.
Panglima TNI Angkatan Laut Mayjen Andy Supardi menyatakan Letjen Eko meninggal dunia pada Sabtu (27/4/2024) pukul 13.00 dini hari di Posko Taktis Komando Rakyon, Dekai, Papua.
Sementara Prada PS yang bertugas di Batalyon Kesehatan (Yonkes) Divisi Infanteri (Divif) 1 Kostrad berhutang Rp 819 juta karena perjudian online.
Pinjaman diambil dari rekan dokter, rekan dokter bedah, toko lokal dan bahkan bank.
“Tentara tidak mendapat apa-apa, keluarga tidak mendapat apa-apa, dipakai untuk judi online. Harapannya tentara di sana bisa mendapatkan kembali uangnya, tapi sepertinya tidak, waktu sudah habis.” Jadi mereka mengambil langkah itu (bunuh diri),” kata Andy, seperti dilansir Kompas TV, Senin (10/6/2024).
Seorang Brigadir RDW (28) di Polri dan istrinya, seorang polwan dari Polres Mojokerto Kota, dibakar di Mapolres Mojokerto, Jawa Timur, pada Sabtu (8/6/2024).
Kabid Humas Polda Jatim Kompol Dirmanto mengatakan, FN menderita karena RDW kecanduan judi online. Korban biasa berjudi online menggunakan uang belanja istrinya. Akibat FN tersebut, korban mengalami luka bakar 90 persen dan meninggal dunia di RSUD Dr Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto pada Minggu (9/6/2024) pukul 12.55 WIB.
Korban dari perjudian online tidak hanya para pemain jebakan saja namun juga keluarga dari para penjudi online. Kabar duka lainnya datang dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Misalnya saya berumur 50 tahun, warga desa Jibungur kota Parungponteng, ditemukan tergantung di pohon kelapa. Saya menduga dia tidak terlalu kuat karena putranya kecanduan judi online.
Saya telah berulang kali meminta anak saya untuk berhenti berjudi online. Apalagi putranya sudah menikah dan memiliki dua orang anak.
Jadi alasannya bingung dengan keadaan anaknya, suka berjudi online, nyatanya korban sudah berkali-kali membayar hutang anaknya, kata Yadin.
Pecundang, sebutan untuk penjudi online yang mengalami kekalahan besar, juga merupakan penjahat. Mereka bertekad melawan hukum karena terlilit hutang akibat kerugian judi online. Hidup mereka berakhir di penjara.
Misalnya saja JM, seorang PNS di salah satu Puskesmas di Kota Bangko, Merangin, Jambi. Ia nekat merampok toko emas dengan menggunakan pistol mainan, namun pada akhirnya gagal dan diserang oleh beberapa preman.
Baca juga: Residivis Kecanduan Judi Online Bobol Rumah Kontrakan di Pangkalpinang
Dua pemuda bernama AA dan TR di Banjarmasin (Kalsel), Kalimantan Selatan, Kalimantan, petugas gabungan menangkap dua pemuda usai merampok empat siswi di sebuah asrama. Tak main-main, kedua pelaku mengancam korban dengan senjata mematikan.
Kompol Sabana Atmojo, Kamis (26/5/2024), mengatakan, “Penjahat ini kecanduan judi online.” AA dan TR kemudian menghabiskan waktu di penjara.
Bahkan, baru-baru ini seorang pria bernama RA (36) di Tangerang, Banten keliru menjual anaknya yang berusia 11 bulan melalui media sosial. Bayi tersebut dijual seharga Rp 15 juta karena kehabisan uang judi online.
RA merelakan putranya yang berusia 11 bulan setelah melihat pasangan bernama HK (32) dan MON (30) ingin mengadopsi anak.
Perjudian online dapat menyebabkan vandalisme dan kehancuran rumah tangga. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan banyak perceraian yang disebabkan oleh kecanduan masyarakat terhadap perjudian online.
Baca Juga: Menkominfo: 1.572 Perceraian Akibat Judi Online
Angka tersebut berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada tahun 2024. Berdasarkan data yang ada, hingga tahun 2019, perceraian akibat perjudian online semakin banyak.
Budi Arie mengatakan “Meningkatnya minat terhadap perjudian online dapat menimbulkan berbagai dampak sosial dan ekonomi, misalnya saja meningkatnya angka perceraian terkait masalah kecanduan judi online. Karena pada tahun 2019, terdapat 1.947 perceraian akibat perjudian online. berjudi,” kata Budi Arie. . Pidatonya pada workshop bersama Kadin Indonesia di Menara Kadin, Jakarta pada Kamis (3/10/2024). Rantai kecanduan yang harus diputus
Jumlah korban perjudian online terus menurun. Banyaknya korban akibat perjudian online patut menjadi peringatan bagi kita untuk waspada. Selain itu, semua pihak harus bekerja sama untuk memutus rantai penyalahgunaan dan keluar dari perjudian online.
Perjudian online, seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah permainan yang diatur. Ada algoritma yang diatur untuk membuat pemain merasa menang, namun pada akhirnya juga kalah. Pemain harus mengetahui dan mampu memutus rantai kecanduan dan keluar dari jebakan judi online.