London, sp-globalindo.co.id – Inggris akan membebaskan 1.000 narapidana lebih awal untuk menghindari kepadatan penjara pada Selasa (22/10/2024).
Kebijakan kontroversial tersebut awalnya bertujuan untuk membebaskan 1.700 tahanan pada awal September 2024.
Menteri Kehakiman Inggris, Shabana Mahmood, berjanji bahwa kesalahan sebelumnya yang secara tidak sengaja melepaskan 37 tahanan – padahal mereka tidak memenuhi persyaratan – telah diperbaiki.
Baca juga: 129 Orang Tewas dalam Upaya Pembobolan Penjara Terbesar di Kongo
Kini, Inggris sedang mempertimbangkan opsi hukuman non-penahanan yang lebih berat bagi beberapa tahanan, sehingga mereka yang dijatuhi hukuman lebih berat bisa mendapat tempat di penjara.
Aturan baru tersebut mencakup penggunaan teknologi bantu seperti jam tangan atau aplikasi untuk mendorong kepatuhan dan jam malam untuk penahanan.
Untuk program pembebasan dini, narapidana harus memenuhi persyaratan non-kekerasan dan mengikuti syarat-syarat tertentu setelah menjalani 40 persen masa hukuman penjara, bukan 50 persen seperti aturan sebelumnya.
David Gauke, mantan menteri kehakiman Inggris yang memimpin peninjauan aturan baru tersebut, mengatakan populasi penjara, yang saat ini berjumlah sekitar 89.000, bertambah 4.500 narapidana setiap tahunnya.
Sekitar 90 persen narapidana di Inggris kini merupakan pelaku berulang.
Baca juga: Pengunjuk rasa Bangladesh Serang dan Bakar Penjara, Bebaskan Ratusan Tahanan
Menurut Mahmoud, pemerintah terpaksa menerapkan skema pembebasan dini karena krisis penjara merupakan warisan pemerintahan Partai Konservatif sebelumnya.
Setelah Partai Buruh meraih kekuasaan pada awal Juli 2024, ia mengatakan bahwa sistem penjara saat ini berada di ambang kehancuran dan dapat merusak hukum dan ketertiban negara.
Sementara itu, Gauke, yang menjabat sebagai menteri kehakiman Inggris di bawah Partai Konservatif pada tahun 2019, meyakini ada alasan yang sangat kuat untuk menghapuskan hukuman penjara enam bulan atau kurang, kecuali kejahatan seksual dan kekerasan.
“(Penjara) jelas tidak… berfungsi,” katanya, dikutip kantor berita AFP, mengutip tingginya tingkat residivisme saat ini.
“Tinjauan ini akan mengkaji seperti apa hukuman dan rehabilitasi di abad ke-21 dan bagaimana kita dapat membawa sistem peradilan keluar dari krisis dan menuju masa depan yang berkelanjutan dan berjangka panjang,” tambahnya.
Baca juga: Siapakah Fly Mohammad Amra, Napi yang Kabur dari Penyergapan Mobil di Penjara Prancis? Dengarkan berita terkini dan pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.