TEL AVIV, sp-globalindo.co.id – Pemerintah Israel pada Minggu (15/12/2024) menyetujui rencana penggandaan populasinya di Dataran Tinggi Golan, wilayah yang dianeksasi dan didudukinya pasca jatuhnya rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa pemerintah Israel dengan suara bulat menyetujui alokasi 40 juta shekel (178 miliar rupiah) untuk pengembangan demografi Golan.
Golan adalah dataran tinggi strategis Suriah, yang sebagian besar telah diduduki Israel sejak tahun 1967.
Baca juga: Apa Itu Dataran Tinggi Golan dan Siapa Kelompok Aliran Druze?
Israel kemudian mencaploknya pada tahun 1981, namun sejauh ini hanya Amerika Serikat (AS) yang mengakuinya, tepatnya pada tahun 2019, pada masa jabatan pertama Presiden Donald Trump.
Netanyahu seperti dikutip kantor berita AFP mengatakan: “Penguatan Golan adalah penguatan Negara Israel dan ini sangat penting saat ini. Kami akan terus membangun, mengembangkan, dan bertahan di sana.”
Sekitar 23.000 warga Arab Druze tinggal di Dataran Tinggi Golan. Mereka tinggal di sana sebelum pendudukan Israel. Kebanyakan dari mereka adalah warga negara Suriah, sementara sekitar 30.000 adalah warga negara Israel.
Pekan lalu, Netanyahu menyatakan bahwa Dataran Tinggi Golan adalah milik Israel selamanya.
Sebelumnya, ia memerintahkan pasukan untuk pindah ke zona penyangga yang dilindungi PBB yang memisahkan pasukan Israel dan Suriah sejak tahun 1974.
Pasukan kemudian menduduki wilayah di luar zona penyangga, termasuk Gunung Hermon.
Israel menegaskan tindakannya, yang mendapat kecaman internasional, bersifat sementara dan bersifat defensif setelah jatuhnya Assad di Suriah.
Baca juga: Alasan Mengamuknya Konflik di Dataran Tinggi Golan, Kecaman Negara Arab
Kompas.id menulis, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA) dan negara-negara Arab lainnya mengecam keras tindakan Israel yang menggandakan populasi Dataran Tinggi Golan.
Dalam pernyataannya pada Minggu (15/12/2024), Kementerian Luar Negeri Saudi menggambarkan langkah terbaru Israel sebagai bagian dari sabotase berkelanjutan terhadap kemungkinan memulihkan keamanan dan stabilitas Suriah pasca jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad.
Qatar, melalui Kementerian Luar Negerinya, menyatakan keputusan Tel Aviv sebagai “babak baru serangan Israel di wilayah Suriah dan jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.”
Kritik juga muncul di Uni Emirat Arab, yang menormalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2000.
Dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri UEA yang diterbitkan kantor berita WAM, Abu Dhabi menyebut keputusan terbaru Israel sebagai “upaya yang disengaja untuk memperluas pendudukan dan pelanggaran hukum internasional.”
Mesir dan Yordania pun meminta Israel pada Sabtu (14/12/2024) untuk segera menarik pasukannya dari zona penyangga Dataran Tinggi Golan.
Sebagian besar komunitas internasional tidak mengakui aneksasi Israel atas Golan. Suriah menuntut agar Israel menarik diri dari wilayah tersebut, namun Israel menolak.
Baca juga: Peringatan 40 Tahun Aneksasi Israel atas Dataran Tinggi Golan
Artikel ini diberi subjudul di Kompas.id dengan judul Israel Tutup Mata Kritik, Membiakkan Warganya di Dataran Tinggi Golan. Dengarkan berita dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal WhatsApp.