SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Nasional

Jaksa Tuntut Helena Lim Bayar Uang Pengganti Rp 210 M

Jakarta, sp-globalindo.co.id – Helena Lim, pemilik perusahaan penukaran uang PT Quantum Skyline Exchange (QSE), harus membayar ganti rugi sebesar Rp 210 miliar.

Jaksa Penuntut Umum mengatakan jumlah penggantian tersebut merupakan hukuman tambahan yang ingin dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Tipikor Pusat di Jakarta kepada Helena Lim.

“Menuntut terdakwa Helena untuk membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dengan memperhitungkan harta yang disita,” kata jaksa Pengadilan Tipikor Pusat di Jakarta, Kamis (12/05/2024).

Baca juga: Jaksa Sebut Helena Lim Buktikan Dia Membantu dan Bersekongkol Korupsi dan Pencucian Uang di Kotak Kaleng

Jaksa mengatakan Helena harus membayar ganti rugi dalam waktu satu bulan sejak putusan dijatuhkan, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila ia tidak mampu membayar dalam jangka waktu tersebut, maka harta kekayaannya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang penggantinya.

Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar ganti rugi, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun, kata jaksa.

Adapun pidana pokoknya, jaksa meminta agar Helena divonis 8 tahun penjara dan tambahan 1 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar.

Jaksa menilai Helena terbukti bersalah membantu dan bersekongkol dalam tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) yang diatur dalam Pasal 56 KUHP.

“Menyatakan terdakwa Helena terbukti secara sah dan meyakinkan secara prima facie bersalah membantu dan bersekongkol dalam tindak pidana korupsi dan pencucian uang,” kata jaksa.

Baca juga: Dua Mantan Karyawan PT Timah Tuntut Pembayaran Kompensasi Rp 493 Miliar

Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Timah TBK Mokhtar Reza Pahlavi, mantan CFO PT Timah Emil Ermindra dan rekan-rekannya dituduh melakukan korupsi bersama Helena Lim yang sangat kaya raya.

Kasus tersebut juga melibatkan Harvey Mois, perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).

Bersama Mokhtar, Harvey diduga mengatur kegiatan penambangan liar di kawasan PT Timah Iup untuk mencari keuntungan.

Harvey menghubungi Mokhtar untuk menampung aktivitas penambangan liar di kawasan PT Timah Eyup.

Setelah beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mokhtar sepakat untuk menutupi aktivitas penambangan ilegal tersebut dengan menyewa alat pengolahan peleburan timah.

Baca juga: Pemilik Smelter Divonis 8 Tahun Penjara dalam Kasus Timah 300 Ton

Suami Sandra, Dewey, kemudian mendekati beberapa smelter seperti PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Sariviguna Binacentosa untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Harvey meminta menyisihkan sebagian keuntungan yang dihasilkan dari smelter tersebut. Keuntungan tersebut kemudian diteruskan kepada Harvey seolah-olah merupakan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang diberikan oleh Helena selaku pengelola PT QSE.

Harvey Moise dan Helena Lim disebut menikmati uang pemerintah sebesar Rp 420 miliar dari aksi ilegal tersebut.

“Memperkaya terdakwa Harvey Moise dan Helena Lim sedikitnya Rp420.000.000.000,” jelas jaksa.

Atas perbuatannya, Harvey Moise didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 serta Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999. Sehubungan dengan pasal 55(1)1 KUHP dan pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tahun 2010. Di TPPU. Dengarkan berita terkini dan pilihan berita kami langsung ke ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *