Jarak Pemilu dan Pesimisme atas Paslon Dinilai Jadi Penyebab Partisipasi Pemilih Rendah
JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Hadar Nafis Gumay, peneliti senior Jaringan Demokrasi dan Kesetaraan Pemilu (Netgrit), mengatakan penurunan partisipasi pemilih di Pilkada tahun ini cukup signifikan.
Anggota parlemen Hadar menduga perbedaan yang sangat kecil antara pemilu pendahuluan dan pemilu presiden terakhir menjadi salah satu penyebab kelelahan pemilih.
“Kita sedang menyelesaikan Pemilihan Umum (Pilpres) yang dilanjutkan dengan Pilkada. Pada Sabtu (30/11/2024), Hadar mengatakan kepada sp-globalindo.co.id, “Ada masyarakat yang kehilangan semangat untuk ikut karena kelelahan, bahkan kebosanan.”
Dia mengatakan, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap calon petahana (Paslon) juga turut berperan. Banyak pemilih merasa bahwa kandidat yang mencalonkan diri pada pemilu pendahuluan tidak mewakili kepentingan mereka.
Baca Juga: Tingkat partisipasi pemilih di bawah 70%. Komite II DPR RI: Memilih atau tidak memilih adalah hak.
Hadar menjelaskan: “Ada bukti kuat di masyarakat bahwa para kandidat ini tidak akan membawa perubahan atau pembangunan yang signifikan di wilayah tersebut. .
Menurut Hadar, peran lembaga pemilu dan lembaga terkait dinilai tidak efektif dalam melakukan sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat.
“Kampanye untuk meningkatkan minat memilih masyarakat tidak meluas dan tidak berjalan dengan baik. “Banyak orang tidak mengetahui adanya pemilihan pendahuluan, atau tidak merasa perlu untuk berpartisipasi di dalamnya,” tambahnya.
Di sisi lain, hal itu menunjukkan banyaknya suara yang tidak disetujui. Ia mengatakan tingkat partisipasi pemilih tergolong rendah, terutama di DKI Jakarta yang mayoritas suara tidak sah melebihi 8%.
Baca juga: Tingkat Partisipasi Pemilih Rendah, KPU Pertimbangkan Pilkada Serentak 2024
“Ini angka yang sangat tinggi untuk sistem pemilu sederhana seperti Pilkada. Ini menunjukkan banyak pemilih yang memilih menunjukkan ketidakpuasannya melalui suara ilegal,” kata Hadar.
Hadar mengatakan, perasaan penurunan partisipasi terjadi di banyak daerah, tidak hanya DKI Jakarta, dan banyak daerah seperti Sumut, karena jumlah pesertanya lebih sedikit dibandingkan Pilkada sebelumnya.
“Ini merupakan tantangan besar bagi penyelenggara pemilu dan seluruh pihak yang terlibat agar demokrasi kita tetap berjalan dan partisipasi masyarakat semakin meningkat,” ujarnya.
Hadar menilai perlu adanya peninjauan kembali terhadap partisipasi organisasi tersebut dalam pemilu ke depan. Misalnya, memperlebar jarak antar pemilu.
“Jeda antar pemilu minimal satu setengah tahun agar pemilih tidak lelah,” ujarnya.
Kemudian fokus pada sosialisasi dan pembelajaran. Dia mengatakan bahwa penyelenggara pemilu dan organisasi terkait harus menemukan cara yang lebih baik untuk melibatkan dan mendidik masyarakat tentang pemilu.
“KPU juga harus memberikan waktu untuk melakukan analisis mendalam terhadap pemungutan suara ilegal untuk memahami penyebab tingginya angka tersebut,” tegasnya. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan langsung di ponsel Anda. Untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id, pilih saluran favorit Anda: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.