SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Sports

Jokowi Tanpa Partai

Pada Januari 2023, dalam rangka memperingati 50 tahun PDI Perjuangan, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menegaskan, tanpa dukungan partainya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan bisa mencapai posisinya saat ini.

Sambil bercanda, Megawati menambahkan: “…Terus Jokowi, kalau tidak ada PDI Perjuangan, aduh sayang…” (Kompas, 10/1/23).

Pernyataan Megawati disambut tepuk tangan dan tawa peserta yang hadir dalam acara tersebut. Jokowi yang mendengar pernyataan tersebut hanya tertawa.

Hampir dua tahun kemudian, tepatnya pada 17 Desember 2024, DPP PDIP mengeluarkan surat pemberhentian Jokowi dan 26 kader lainnya, termasuk nama putra dan menantunya: Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.

Jokowi dinilai tidak patuh pada garis politik partai, mendukung calon presiden dari partai lain, dan membangun dinasti politik.

Baca juga: Daftar 27 Kader PDI Perjuangan di PDI Perjuangan Bersamaan dengan Jokowi

PDIP nampaknya ingin menunjukkan sikap tegas terhadap kadernya yang dianggap melanggar kebijakan partai.

Di sisi lain, banyak pengamat yang menilai sikap tegas PDIP sudah terlambat. Kurangnya keberpihakan antara PDIP dan Jokowi terjadi lebih dari setahun lalu. Terutama saat kampanye pemilu legislatif dan presiden.

Akhirnya, pertarungan antara Jokowi dan Megawati pun terjadi pada pemilu serentak.

Sejumlah ilmuwan politik menilai ada kalkulasi bahwa PDI Perjuangan baru akan mengeluarkan surat pemberhentian setelah pemilu dan pemilu.

Popularitas Jokowi tercermin dari tingkat persetujuannya yang tetap tinggi di akhir masa pemerintahannya. Fakta ini bisa mempengaruhi elektabilitas PDIP dan calon besutan PDIP jika mendeklarasikan sikap resminya terhadap pemakzulan Jokowi.

Pemilihan umum dan pemilihan kota berlangsung. Meski PDIP tetap menang dalam pemilu parlemen, namun kemenangan tersebut tidak dominan. Mereka kini memutuskan untuk berdiri di luar koalisi pemerintah. Kebijakan “kotak bayangan” Jokowi.

Kini, Jokowi tidak lagi berada di partai tersebut, atau setidaknya ia belum memutuskan apakah ia akan bergabung. Namun banyak partai besar yang berharap bisa bergabung. Tentu saja hal ini merupakan fenomena politik menarik yang perlu ditelaah.

Sejak terjun ke dunia politik, Jokowi menarik perhatian masyarakat. Tak hanya di Kota Surakarta saat menjabat dua periode, tapi juga di daerah lain.

Baca juga: PDI-P Minta Maaf Karena Mendatangkan Jokowi ke Kancah Politik Indonesia

Karena itu, PDIP memberinya kesempatan untuk berkarier di jenjang politik yang lebih tinggi, menjadi Gubernur DKI Jakarta dan akhirnya menjadi Presiden Republik Indonesia.

Namun, kondisi fungsionaris partai yang kerap diutarakan Megawati di setiap kesempatan masyarakat memberi kesan bahwa Jokowi adalah presiden boneka.

Situasi berbalik pada akhir masa jabatan keduanya. Popularitas Jokowi rupanya melebihi PDIP.

Meski tak lagi punya hak konstitusional untuk mencalonkan diri sebagai presiden, namun Jokowi tetap menjadi tokoh sentral di luar kontestan politik yang bertarung dalam pemilu.

Manuver politik yang dilakukan seperti gerakan shadowboxing. Istilah tersebut tentu saja merupakan metafora bagi praktik politik Jokowi yang bergerak mengikuti bayangan, bahkan membentuk bayangan yang menunjukkan arah keputusan kebijakannya.

Pengaruh Jokowi berlanjut pada pemilu serentak. Setidaknya menurut opini masyarakat, Jokowi dinilai aktif mengkampanyekan calon daerah di sejumlah daerah.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *