SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Sports

Kapolri: Tempat Rehabilitasi Narkoba di Indonesia Masih Kurang

JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Kapolri Jenderal Paul Listio Sigit Prabo menegaskan minimnya fasilitas rehabilitasi narkoba di Indonesia.

Kapolri mengatakan, hal ini merupakan tantangan besar dalam upaya menangani pengguna narkoba yang membutuhkan dukungan medis dan sosial untuk pulih dari kecanduan.

“Kami juga memahami bahwa tempat rehabilitasi masih sangat sedikit,” kata Kapolri dalam rapat koordinasi pemberantasan narkoba, Kamis (27/11/2024).

Oleh karena itu, kami mendorong Pemkab untuk membangun tempat rehabilitasi, ujarnya.

Baca juga: Korban Pemakai Narkoba yang Perhatian, Jaksa Agung: Jaksa Dilarang Banding ke Pengadilan

Kapolri juga menekankan pentingnya dukungan anggaran dan waktu pengobatan yang bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan pengguna narkoba.

Karena butuh ruang, perlu anggaran, waktu yang cukup, ada yang tiga bulan, ada yang enam bulan, ada yang lebih tergantung kondisi levelnya, masuk kelompok ringan, sedang, dan berat, ”ujarnya. ditambahkan

Selain membangun fasilitas baru, Kapolri merekomendasikan untuk mengoptimalkan fasilitas yang sudah ada, seperti puskesmas di kabupaten, RS TNI-Polri, dan RS pemerintah, sebagai tempat rehabilitasi narapidana penyalahgunaan narkoba.

“Kita dorong rehabilitasi bagi pengguna, tapi di sisi lain kita berharap ada tempat-tempat rehabilitasi yang didirikan. Termasuk juga (mengubah) Puskesmas menjadi pusat rehabilitasi yang bisa kita manfaatkan di setiap kabupaten yang ada,” jelasnya.

Jadi RS di TNI, Polri, dan RS pemerintah juga bisa ditambah untuk dijadikan pengguna, kata Kapolri.

Baca juga: Baru Dilantik, Anggota DPRR Sumenep Ditangkap Karena Narkoba

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol Marthinus Hukom menjelaskan, ada dua metode utama rehabilitasi pengguna narkoba, yaitu wajib dan sukarela.

Prosedurnya wajib bagi pengguna yang ditangkap oleh aparat penegak hukum, seperti Polri atau BNN.

Sementara itu, prosedurnya bersifat sukarela bagi pengguna yang melaporkan secara sadar kepada Lembaga Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Kesejahteraan.

“Prinsipnya tidak ada kendala untuk diwajibkan karena semua melalui proses hukum. Tinggal tergantung persepsi atau pandangan kita dalam melihat hukumannya bersama-sama. Mulai dari proses penyidikan, penyidikan, kemudian penuntutan hingga penjatuhan hukuman. ,’ jelas Martinos.

Baca juga: 302 Pelanggar Narkoba Dipindahkan ke Lapas Keamanan Maksimal di Nuskembangan, Ini Alasannya

Martinos mengakui pemerintah menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan rehabilitasi, baik dari segi jumlah fasilitas maupun biaya operasional. Padahal, undang-undang mengharuskan rehabilitasi diberikan gratis kepada pengguna narkoba.

“Karena amanah undang-undang, rehabilitasi narkoba adalah memberikan intervensi kesehatan gratis. Nah, kalau dikaitkan dengan biaya per orang dan tingkat ketergantungan, ada klasifikasi khusus,” ujarnya.

Dijelaskannya, dimulai dengan prosedur intervensi selama 3 bulan bagi yang tingkat ketergantungannya sedang hingga 6 bulan bagi yang tingkat ketergantungannya berat.

“Pada saat yang sama, indeksnya bisa mencapai 60 juta euro per orang dalam 6 bulan. Ini berarti kita memerlukan banyak waktu dan banyak uang untuk rehabilitasi dan tindakan sosial,” ujarnya. Dengarkan berita dan berita kami seleksi langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses Saluran sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *