JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Perdebatan mengenai pembatasan kewenangan Polri kembali mengemuka. Usulan ini karena Polri mempunyai kewenangan yang besar sehingga berpeluang menimbulkan konflik kepentingan, terutama dalam praktik politik.
Salah satu opsi yang diusulkan adalah menempatkan kepolisian di bawah Kementerian untuk meningkatkan profesionalisme.
Pengamat Kepolisian Institute for Strategic and Security Studies (ISES) Bambang Rukminto mengatakan, usulan pembatasan kewenangan Polri adalah dengan menempatkan lembaga tersebut di bawah kementerian, seperti yang dilakukan di beberapa negara.
Bambang mengatakan usulan tersebut pernah dilontarkan mantan Gubernur Lemkhanas Letjen TNI (Purn) Agus Wijojo. Menurutnya, struktur ini memungkinkan pengelolaan strategis kebijakan dan anggaran keamanan dilakukan secara terpisah dari teknis pelaksanaan di lapangan.
Bambang saat dihubungi sp-globalindo.co.id, Minggu mengatakan, “Dengan menempatkan Polri di bawah Kementerian, maka bisa dibangun institusi yang lebih profesional. Saat ini Polri tidak hanya menjadi lembaga pelaksana teknis saja, namun juga menyusun strategi kebijakan dan anggaran. Ini tidak ideal. (12 Januari 2024).
Baca juga: Pembicaraan Polri Tak Lagi di Bawah Kewenangan Presiden Diduga Menimbulkan Protes
Menempatkan Polri di bawah Kementerian dinilai dapat mengurangi risiko politisasi. Meski Kapolri tetap dipilih dan diangkat oleh Presiden, namun pembagian fungsi antara Departemen dan Polri memaksa Polri untuk lebih fokus pada misi penegakan hukum.
Menurut Bambang, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kementerian mana yang pantas membawahi kepolisian.
Namun dia tidak setuju dengan usulan mengembalikan kepolisian ke bawah kendali Panglima TNI.
Bambang mengatakan: “Menempatkan Polri di bawah TNI, selain mengingkari amanat reformasi, juga melanggar TAP VI/MPR/2000, serta mengingkari budaya dan model Polri sebagai organisasi masyarakat sipil.” .
“Pembatasan kekuasaan kepolisian perlu dilakukan agar Polri tidak menjadi alat politik,” lanjut Bambang.
Lihat juga: Haruskah Polri dimasukkan ke dalam Kementerian Promosi Profesionalisme?
Bambang menambahkan, penghapusan dwifungsi ABRI dan pemisahan TNI-Polri pada masa reformasi dimaksudkan untuk membatasi peran TNI dan Polri dalam praktik politik. Menurut dia, gagasan menempatkan polisi di bawah TNI bertentangan dengan semangat tersebut.
Sebelumnya diberitakan, dugaan politisasi Polri pada Pilkada Serentak 2024 kembali menjadi adegan kontroversial. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Cristiano pada Rabu, 27 November 2024 menyebut istilah Partai Coklat (Parkok) yang diduga merujuk pada Polri.
Menurut Hasto, gerakan “partai coklat” merupakan potensi ancaman dalam proses pemilu. Ia meminta seluruh kader partai mewaspadai pengerahan kekuatan untuk kepentingan politik.
“Di Jatim relatif menguntungkan. Namun kita tetap mewaspadai gerakan partai coklat seperti di Sumut, kata Hasto di kediaman Megawati Soekarnoputri.
Di sisi lain, Ketua Komite III DPR Habiburohman menolak isu tersebut. Dalam pertemuan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 29 November 2024, dia menegaskan tudingan tersebut tidak berdasar.
Baca Juga: Kemungkinan Politisasi Polri Sudah Diprediksi Sejak Lama