SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Global

Mengenal Apa Itu Daylight Savings Time (DST) dan Dampaknya

Oleh: Fajrie Samahita/DW Indonesia

sp-globalindo.co.id – Cuaca semakin dingin dan hari semakin pendek, artinya musim dingin akan segera tiba di Jerman dan negara Eropa lainnya.

Bagi masyarakat yang tinggal di negara tropis mungkin belum familiar dengan konsep Daylight Saving Time (DST).

Sistem DST biasa digunakan oleh negara-negara yang memiliki empat musim, seperti Amerika Serikat, Australia, Jerman, dan lain-lain.

Baca juga: Apa Itu ATACMS, Rudal yang Diizinkan AS Ukraina Serang Rusia?

Sistem jam ini biasanya dimajukan satu jam saat cuaca mulai hangat, sehingga malam tiba lebih lambat. Sebaliknya, saat musim gugur atau cuaca mulai dingin, waktu berpindah satu jam dari zona waktu standar.

Awalnya, DST dirancang untuk mengurangi konsumsi energi selama Perang Dunia I guna memaksimalkan penggunaan siang hari.

Sistem yang bertujuan untuk “menghemat cahaya matahari” selama musim panas ini tidak lagi dianggap berguna di zaman modern.

Padahal, berdampak buruk bagi kesehatan, salah satu dampaknya adalah pada “ritme sirkadian”, yaitu jam biologis tubuh yang bekerja dalam siklus 24 jam.

Irama ini berperan dalam mengatur fungsi penting tubuh, termasuk tidur, pelepasan hormon, metabolisme, dan suasana hati.

Gangguan akibat bertambahnya atau berkurangnya waktu tidur akan mengganggu siklus alami tidur dan mempengaruhi fungsi tersebut.

Baca juga: Apa Itu UNRWA dan Mengapa Israel Larang Badan PBB Ini?

Menurut para peneliti, meskipun perubahan cuaca “tidak terlalu menjadi masalah” di musim panas, ketika matahari terbit sangat awal, hal ini tidak terjadi di musim lainnya.

Paparan cahaya yang tepat waktu menjaga siklus sirkadian tetap sinkron dengan 24 jam sehari, karena cahaya pagi mendorong kebangkitan alami dan memungkinkan tidur lebih awal di malam hari.

Beberapa penelitian ilmiah juga menemukan bukti peningkatan dampak buruk terhadap kesehatan setelah perubahan iklim.

Misalnya, para peneliti di Finlandia menemukan bahwa rawat inap karena stroke meningkat dalam dua hari pertama setelah perubahan cuaca.

Penelitian juga mengaitkannya dengan peningkatan masalah kesehatan mental dan gangguan mood, khususnya pada individu yang rentan, termasuk peningkatan angka bunuh diri dalam beberapa minggu setelah dimulainya DST.

Pada tahun 2018, Komisi Eropa mengusulkan larangan perubahan jam musiman setelah 4,6 juta orang Eropa menyatakan pendapat mereka dalam konsultasi UE.

Hasilnya jelas: mayoritas dari 84 persen menyerukan diakhirinya perubahan jam kerja, dengan alasan kesehatan, keselamatan, dan penghematan energi minimal sebagai alasan utama. Lantas, apakah tahun ini akan menjadi DST terakhir di Eropa?

Baca juga: Apa Itu BRICS dan Mengapa Indonesia Ingin Bergabung?

Artikel ini dimuat di DW Indonesia dengan judul Apakah Waktu Musim Panas Buruk Bagi Kesehatan? Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *