sp-globalindo.co.id – Upaya TikTok melawan ancaman pemblokiran penggunaannya di Amerika Serikat (AS) sepertinya menemui titik terang.
Pada Senin (16/12/2024), TikTok dan induk perusahaan ByteDance meminta Mahkamah Agung (MA) membatalkan undang-undang yang digunakan untuk memblokir TikTok di Amerika Serikat.
“Hari ini, TikTok meminta Mahkamah Agung untuk melakukan apa yang biasanya dilakukan dalam kasus kebebasan berpendapat, yaitu meninjau larangan berbicara dengan sangat hati-hati dan menemukan bahwa larangan tersebut melanggar Amandemen Pertama,” kata juru bicara TikTok Michael Hughes kepada For Tech Crunch. melalui email.
Menindaklanjuti permintaan tersebut, Mahkamah Agung AS pada Rabu (19/12/2024) menyatakan akan mendengarkan penjelasan ByteDance dan TikTok pada Jumat (1/10/2025) terkait gugatan mereka terhadap undang-undang (UU) di Negeri Paman Sam.
Undang-undang yang digugat TikTok adalah “Melindungi Orang Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan oleh Musuh Asing” (Perlindungan Warga Negara dan Aplikasi yang Dikendalikan oleh Pesaing Asing) Undang-undang yang menjadi dasar hukum pemblokiran TikTok ditandatangani oleh Presiden Joe Biden pada April 2024.
Baca juga: TikTok dan Instagram Bukan Media Sosial Favorit Generasi Z
Aturan ini akan memblokir TikTok di Amerika Serikat kecuali platform berbagi video pendek tersebut menjualnya ke perusahaan AS paling lambat 19 Januari 2025. Oleh karena itu, perusahaan asal China ini meminta Mahkamah Agung mencabut keputusan tersebut.
Setelah mendengarkan dalil ByteDance dan TikTok, nantinya Mahkamah Agung akan memutuskan apakah undang-undang tersebut melanggar Amandemen Pertama Konstitusi AS atau tidak. Namun belum diketahui berapa lama proses pengambilan keputusan tersebut.
Seperti dilansir Ars Technica, jika Mahkamah Agung memutuskan bahwa TikTok menimbulkan ancaman terhadap keamanan Amerika Serikat berdasarkan undang-undang di atas, TikTok akan terpaksa membatalkan penerapannya di Amerika Serikat beberapa hari setelah keputusan pengadilan.
TikTok sendiri sempat sesumbar sebagai bagian dari pengadilan.
“Kami yakin pengadilan akan menyatakan larangan TikTok inkonstitusional, sehingga lebih dari 170 juta orang Amerika dapat menggunakan kebebasan berbicara mereka di platform kami,” kata Hughes, dikutip KompasTekno dari TechCrunch, Kamis (19/12/2024).
Banyak pakar hukum juga percaya bahwa TikTok punya kasus yang bagus. Beberapa kelompok seperti Electronic Frontier Foundation (EFF), American Civil Liberties Union, Knight First Amendment Institute, Free Press dan PEN America juga menganjurkan agar TikTok tidak diblokir.
Direktur EFF David Greene percaya bahwa menutup TikTok adalah taktik anti-demokrasi. Selain itu, menurut Greene, pemerintah AS beralasan pelarangan TikTok diperlukan karena adanya ancaman yang belum teruji hingga saat ini.
“Menghantam platform komunikasi atau mendorong reorganisasi melalui propaganda asing dan manipulasi anti-sosial adalah taktik yang sangat tidak demokratis yang dikutuk Amerika Serikat di seluruh dunia,” kata Greene.
“Kami senang Mahkamah Agung akan menangani kasus ini dan mendesak pengadilan untuk menerapkan pengawasan Amandemen Pertama yang tepat,” lanjutnya.
Baca juga: Nasib TikTok di AS Akan Diputuskan Sebulan Lagi, Beri Tekanan pada Donald Trump
CEO TikTok Shou Chew sedang mencari cara untuk membatalkan atau menunda larangan aplikasinya di Amerika Serikat. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan menghadapi Sowan atau Presiden terpilih AS Donald Trump.