PEMERINTAHAN Presiden Prabow Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang telah mengambil berbagai keputusan strategis sejak pemerintahan dimulai, memunculkan harapan terhadap masa depan Indonesia dalam lima tahun ke depan.
Pidato pembukaan dan pertemuan pemerintah mendorong masyarakat untuk mendukung kepemimpinan ini. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, pemilihan pemerintahan tersebut menunjukkan komitmen pemerintah Merah Putih terhadap pembangunan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Dalam lima tahun ke depan, kabinet ini berkomitmen mewujudkan visi Asta Cita yang dicanangkan saat kampanye, meski tantangan masih akan datang. Untuk mencapai visi ini memerlukan kepemimpinan yang beragam. Asta Cita dan 17 program penting
Melihat Asta Cita yang dicanangkan Presiden dan Wakil Presiden, semuanya memiliki semangat perubahan, mulai dari penguatan ide-ide Pancasila, reformasi birokrasi dan hukum hingga penguatan keharmonisan hidup dan seluruh aspek kehidupan.
Asta Cita menghasilkan 17 program penting yang mengangkat isu terkini. Beberapa hal penting tersebut adalah meningkatkan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi dan digital, menjamin terpenuhinya kebutuhan petani, menjamin kelestarian lingkungan, perumahan dan sanitasi masyarakat, memperkuat keselamatan dan keamanan.
Selain itu, kesetaraan gender, toleransi beragama, reformasi hukum dan pemberantasan kemiskinan, perbaikan sistem pendapatan negara, pemberantasan korupsi dan narkoba, kelanjutan pemerataan ekonomi, penguatan UMKM dan pengembangan ibu kota negara (IKN), pelestarian budaya. dan pertumbuhan ekonomi kreatif, dan hilir sungai.
Ketujuh belas program ini penting karena akan menentukan apakah Indonesia akan mencapai Indonesia Emas pada tahun 2045.
Misalnya dalam bidang pendidikan, pemerintah harus meningkatkan kualitas pendidikan kita. Skor PISA Indonesia tahun 2022 menjadi indikasi bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih bisa ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Saat ini Indonesia berada di peringkat 69 dari 80 negara. Namun, saya berharap jumlah ini akan meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
Sementara itu, proses digitalisasi di Indonesia semakin cepat, namun masih ada ruang untuk percepatan. Berdasarkan laporan East Ventures dan Katadata tahun 2024, skor indeks daya saing digital Indonesia sebesar 38,1, naik 10,2 poin dari tahun 2020.
Namun ketimpangan masih menjadi tantangan yang ditandai dengan peningkatan standar deviasi dari 9,5 pada tahun 2023 menjadi 10,6 pada tahun 2024.
Kesenjangan yang semakin besar terjadi pada tiga aspek, yaitu penggunaan TIK, biaya TIK, dan perekonomian.
Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi tantangan serius di bidang kesehatan, khususnya terkait ketersediaan dokter.
Pada tahun 2023 bertambah 7.500 orang sehingga jumlah dokter menjadi 183.690 orang. Namun Indonesia belum mencapai rasio yang ditetapkan WHO yaitu satu dokter per 1.000 penduduk.
Tiga permasalahan yang saya sebutkan merupakan argumentasi logis mengapa kesehatan, digital, dan pendidikan masuk dalam 17 program prioritas.
Tentunya setiap tren mempunyai tantangan dan alasannya masing-masing. Namun perlu kita ketahui bahwa banyak hal yang dihadirkan saling berhubungan.
Misalnya permasalahan ketenagakerjaan yang memerlukan solusi dari sisi ekonomi, sumber daya manusia, kebijakan publik, dan aspek sosial budaya.
Tujuan peningkatan kesempatan kerja juga terkait dengan tujuan Asta Cita lainnya, yaitu penguatan pengembangan sumber daya manusia (SDM), ilmu pengetahuan, teknologi, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
Rekrutmen dan sumber daya manusia merupakan faktor yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme karena keduanya berkembang beriringan.
Mari selami lebih dalam seruan untuk meningkatkan kesempatan kerja. Situasi saat ini, banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) menunjukkan bahwa dunia kerja saat ini sedang kurang baik.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), sebanyak 44.195 orang kehilangan pekerjaan pada Agustus 2024.
Dari sisi sumber daya manusia, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Agustus 2024, angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh pelajar yang tamat SD ke bawah (35,8 persen), SMP (20,9 persen), SMA (20,9 persen), dan SMA. sekolah (17,62 persen), SMK (12,86 persen), D4, S1, S2, S3 (persen). 10,5) dan D1, D2, D3 (2,32 persen).
Angka partisipasi kasar (APT) perguruan tinggi hanya sebesar 39,37 persen, lebih rendah dibandingkan Malaysia (43 persen), Thailand (49,29 persen), dan Singapura (91,09 persen).
Dari data tersebut kami dapat memahami bahwa ada masalah pada pekerjaan dan personel kami.
Beberapa analisis menunjukkan bahwa terdapat ‘kesenjangan’ yang besar antara keterampilan yang dikembangkan di universitas dan kebutuhan industri.
Berdasarkan survei Populix tahun 2024, 48 persen memilih profesi tersebut karena menyukai bidang tersebut, namun tidak memiliki pendidikan yang sesuai. Sedangkan 44 persen memiliki keterampilan pada pekerjaan yang dilamar.
Artinya, ini merupakan tantangan yang harus kita cari solusinya bersama-sama guna meningkatkan sumber daya manusia dan mengurangi pengangguran.
Maksudnya adalah setiap permasalahan mempunyai keterkaitan yang erat. Jika satu masalah terselesaikan, maka akan berdampak pada masalah lainnya.
Misalnya saja jumlah penduduk miskin 25,22 juta jiwa berkurang setengahnya, berarti kondisi perekonomian membaik, lapangan kerja semakin luas, angkatan kerja kita bertambah, tingkat pendidikan semakin baik. Terwujudnya Kepemimpinan Asta Cita yang Multidimensi
Melihat permasalahan di atas, sebaiknya dibentuk kepemimpinan multi partai di pemerintahan Merah Putih. Masyarakat Indonesia tidak hanya mengharapkan pemimpin yang mampu mengatur urusan dalam negeri, namun juga mampu beradaptasi dengan perubahan dunia yang begitu cepat.
Menurut survei Harvard Business Publishing Corporate Learning 2024, hampir 70 persen responden mengatakan penting atau sangat penting bagi para pemimpin untuk dapat mempraktikkan kepemimpinan yang efektif untuk memenuhi kebutuhan bisnis saat ini dan masa depan.
Oleh karena itu, kepemimpinan yang beragam dan mengedepankan visi jangka panjang, kerja sama lintas sektor, dan ketahanan terhadap tantangan sangat penting untuk memastikan ‘kabinet Merah Putih’ dapat memimpin Indonesia menuju pembangunan berkelanjutan.
Ada tiga unsur penting dalam kepemimpinan keberagaman, yakni kepemimpinan visioner, kolaboratif, dan kuat.