JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Persatuan Penghuni Apartemen Seluruh Indonesia (P3RSI) meminta pemerintah tidak mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas dana iuran lingkungan (IPL) apartemen/apartemen.
Sebab Asosiasi Pemilik dan Penyewa Rumah Susun (APPRS) wajib menyikapi persoalan ini.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2011, PPPSRS adalah badan hukum yang pesertanya adalah pemilik atau penghuni rumah susun, yang wajib (bertanggung jawab) melindungi kepentingan pemilik dan penghuni rumah susun yang terkait dengan pengelolaan harta benda atas benda-benda bersama, bagian-bagian bersama, tanah bersama, dan tempat tinggal.
Ketua Umum Pengurus Pusat (DPP) P3RSI Ajit Lauhatta mengatakan PPPSRS merupakan organisasi nirlaba yang dibentuk oleh pemilik dan warga untuk mengatur dan mengurus hak dan tanggung jawab kolektif warga.
Baca juga: Cara Mengurangi Kebisingan di Apartemen
“Idenya adalah mewujudkan kehidupan apartemen/apartemen yang aman, tertib, dan sehat berdasarkan asas kekeluargaan dan kegiatannya selaras dengan RT/RW yang bergerak di sektor publik,” kata Ajith dari P3RSI. Talkshow konferensi pers bertema “IPL Apartemen/Apartemen Kena PPN” di Hotel Bidakara Jakarta, Selasa (30 Juli 2024).
Ajith menegaskan, IPL mirip dengan crowdfunding atau usaha patungan antara pemilik apartemen/apartemen dengan penghuninya untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan suatu gedung.
Hal ini terjadi di kompleks perumahan, dimana RT harus mengeluarkan biaya untuk kebersihan dan keamanan.
Sebelumnya, diakui Ajit, sejumlah anggota P3RSI mendapat “surat cinta” dari Badan Pendapatan Dalam Negeri berupa ajakan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
Setelah mendatangi KPP untuk mencari tahu dan berbincang, ternyata KPP ingin mengembalikan dana IPL sebagai barang kena PPN.
Baca juga: Cara Kelola Apartemen SHM, Persyaratan dan Biayanya
“Pengurus PPPSRS resah karena tidak mudah mendapatkan dana yang cukup untuk mengelola dan memelihara gedung apartemen setinggi itu. Faktanya, biaya pengelolaan apartemen seringkali menempatkan anggaran di bawah anggaran setiap tahunnya. “Defisit ini juga diperburuk dengan besarnya utang IPL yang dimiliki pemilik dan warga,” jelasnya.
Maka satu-satunya cara untuk mengatasi kekurangan anggaran pengelolaan tersebut tentu saja dengan menaikkan ‘beban’ IPL yang harus disetujui oleh Rapat Umum Anggota Tahunan (RUTA).
Namun keputusan untuk menaikkan tarif IPL seringkali tidak berjalan mulus. Bahkan tak jarang mendapat penolakan dari pemilik dan warga yang menolak kenaikan tersebut.
Beberapa pemilik dan warga yang perekonomiannya kurang baik bahkan kesulitan membayar tarif IPL yang lama.
Apalagi jika beban PPN dinaikkan menjadi 11 persen, pasti terasa semakin berat. Sehingga di RUTE sering terjadi kebisingan dan benturan fisik tidak dapat dihindari.
Hal ini menempatkan pengelola PPPSRS pada posisi sulit dan otomatis menurunkan produktivitas pengelolaan dan pemeliharaan sehari-hari.