SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Nasional

Pilkada Jalur DPRD, untuk Siapa?

SEBERAPA loyalnya pemimpin daerah kepada rakyat jika dipilih langsung oleh DPRD? Lagi pula, siapa yang menguasai gubernur/walikota/bupati, rakyat atau wakil rakyat?

Penting sekali bagi para elite dan partai politik di negeri ini untuk menjawab dan merenungkan dua pertanyaan refleksif tersebut jika pemilihan kepala daerah (Pilkada) ada di tangan DPRD.

Jalur Pilkada melalui DPRD memang sudah menjadi wacana, menyusul gagasan Presiden Prabowo Subianto yang ditemui pada KTT HUT ke-60 Partai Golkar, terkait tingginya biaya politik Pilkada (Kompas, 16/12/2024).

Baca juga: Logika Tidak Etis di Balik Isu Pemimpin Daerah Dipilih DPRD

Ide ini sebenarnya merupakan lagu lama yang kembali diputar di ruang publik. Tepatnya dalam pembahasan RUU Pilkada (RUU) Nomor 22 Tahun 2014. tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang salah satunya membahas mekanisme Pilkada tidak langsung yaitu dilaksanakan melalui DPRD.

Mayoritas suara parlemen saat itu memastikan dukungan terhadap pilkada yang digelar di sepanjang jalur DPRD. Namun tak lama kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkannya dengan menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Bisa dibayangkan jika pemerintah saat ini menginginkan pilkada tersebut, maka pemilihan kepala daerah akan kembali berlanjut di tangan DPRD. Alhasil, calon kepala daerah terlihat penuh kompromi.

Tidak ada wacana politik yang berarti. Tidak ada kritik terhadap program-program calon daerah, karena semuanya “dikondisikan” langsung oleh DPRD, meski program dan janji politiknya tidak rasional.

Pada akhirnya, masyarakat akan menerima pilihan calon kepala daerah sesuai selera dan pilihan DPRD. Meski hati nurani rakyat berbeda dengan wakil rakyat yang memilih. Hal ini cukup dilematis.

Ada juga kesenjangan antara pemimpin daerah dan rakyatnya. Karena dipilih bersama wakil rakyat, akhirnya rakyat hanya tinggal jadi penonton.

Tidak ada tanggung jawab moral dari rakyat untuk mengontrol politik karena sepenuhnya diserahkan kepada DPRD.

Apa jadinya jika gubernur/walikota/bupati “menipu” DPRD untuk memfasilitasi program atau proyek tertentu yang tidak bermanfaat bagi masyarakat. Inikah yang kita inginkan?

Jika proses pilkada di daerah dinilai lebih murah dan efisien melalui DPRD, apakah ada jaminannya?

Baca juga: Pilkada untuk Kemakmuran Bersama

Padahal, pilkada melalui DPRD tak kalah dinamisnya dengan pilkada langsung, yang mana rakyat menjadi penentunya.

Untuk meyakinkan DPRD memilih calon pemimpin daerah, apakah program dan janji politik atau program suar cukup menarik simpati wakil rakyat?

Dengan asumsi janji-janji politik diterima DPRD dan bersedia memilih, apakah program yang diajukan ke DPRD akan berguna dan berdampak pada masyarakat? Atau sekedar sejalan dengan agenda DPRD dan elite partai?

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *