Para ilmuwan baru-baru ini mengutip Charlie Munger, salah satu pendiri Berkshire Hathaway, yang mengatakan bahwa krisis perumahan semakin sulit terjadi di banyak negara.
Pada pertemuan tahunan perusahaan tahun 1998, Munger berkhotbah bahwa kepemilikan rumah harus menjadi prioritas keluarga, bukan individu.
BPS memproyeksikan tingkat hunian rumah akan mencapai 15 persen pada tahun 2023, atau sekitar 10,5 juta rumah tangga tunawisma.
Angka tersebut menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan akan perumahan yang terjangkau dan layak bagi banyak keluarga di Indonesia, terutama yang tergolong MBR (masyarakat berpendapatan rendah).
Implikasinya, penyediaan perumahan yang terjangkau harus menjadi prioritas bagi keluarga, apalagi definisi keluarga dalam konteksnya lebih luas dari keluarga.
Ada alasan mengapa masyarakat tidak menjadi prioritas, namun masyarakat yang menerima perumahan bersubsidi biasanya tidak mencapai tujuan mereka.
Hal ini dapat dilihat dalam banyak kasus. Pertama, jika seseorang memperoleh akses terhadap rumah bersubsidi, kemudian di kemudian hari mereka memiliki keluarga yang disponsori, satu keluarga menerima manfaat dari dua rumah bersubsidi. Tentu saja, menutup target adalah tindakan yang tidak adil.
Kedua, dibandingkan keluarga, individu lebih mobile dan cekatan dalam bergerak. Hal ini meningkatkan kemungkinan masyarakat tidak akan menempati rumah bersubsidi yang mereka beli.
Dengan demikian, dengan mengutamakan kepemilikan rumah keluarga, diharapkan kepemilikan rumah dapat menjadi properti investasi yang dapat dibeli, dijual, atau disewakan dalam jangka pendek.
Ketika sebuah rumah dianggap sebagai investasi, fluktuasi harga dapat membuatnya lebih terjangkau bagi keluarga yang membutuhkan.
Dengan cara ini, kebijakan yang berfokus pada rumah keluarga dapat membantu menurunkan ekspektasi pasar perumahan dan menjaga harga rumah tetap stabil.
Ketiga, kepemilikan rumah erat kaitannya dengan stabilitas keluarga. Rumah milik keluarga biasanya digunakan sebagai tempat tinggal permanen, menyediakan lingkungan yang stabil dan mendukung bagi anggota keluarga.
Membeli rumah merupakan investasi penting, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Secara teori, biaya perumahan tidak boleh melebihi 30 persen pendapatan. Namun dalam praktiknya angka ini seringkali melebihi 50 persen.
Artinya, keluarga MBR yang membeli rumah cenderung tidak menyalahgunakan rumah mereka karena investasi besar yang mereka lakukan menciptakan komitmen yang kuat untuk melestarikan properti tersebut dan menggunakannya sebagai rumah jangka panjang.