JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Presiden ke-7 Joko Widodo menandatangani Peraturan Umum (PP) Nomor 44 Tahun 2024 tentang Kenaikan Gaji dan Tunjangan Hakim.
Penandatanganan tersebut dilakukan tepat dua hari sebelum masa pensiun Jokowi, sehingga memicu reaksi negatif dari para hakim yang menilai ketentuan tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah kesejahteraannya.
Juru Bicara Persatuan Hakim Indonesia (SHI) Fuzan Arasid mengatakan, meski PP Nomor 44 Tahun 2024 mengatur tentang kenaikan tunjangan jabatan hakim, namun persoalan pokok mengenai kesejahteraan hakim belum terselesaikan.
“PP Nomor 44 Tahun 2024 merupakan langkah awal yang patut diapresiasi, apalagi dalam konteks kenaikan tunjangan kerja sebesar 40 persen,” kata Fouzan secara virtual, Selasa (22/10/22). .” 2024).
Baca juga: Ikahi menilai PP 44/2024 tidak memenuhi seluruh rekomendasi hakim.
Alasan pertama, PP Nomor 44 Tahun 2024 hanya mengatur kenaikan tunjangan jabatan, sedangkan sembilan komponen hak keuangan lainnya tidak diatur.
Komponen yang tidak diatur antara lain upah pokok, fasilitas perumahan, transportasi, asuransi kesehatan, jaminan keamanan, serta pendapatan pensiun dan tunjangan lainnya.
Kedua, masih adanya disparitas kesejahteraan, khususnya bagi hakim tingkat satu pada pengadilan negeri/kota kelas dua.
Ia berkata: Hakim pada tingkat ini menghadapi tantangan yang lebih berat dan kebijakan yang ada saat ini belum efektif dalam mengatasi kesenjangan ini.
Ketiga, Fawzan juga menyoroti Putusan MA Nomor 23P/HUM/2018 yang mengatur pemisahan norma gaji pokok dan pensiun bagi hakim Aparatur Sipil Negara (ASN).
Fouzan mengatakan: “Pemerintah hanya fokus pada pemisahan undang-undang, namun mengingat tanggung jawab hakim, tidak memperhatikan jumlah yang kecil.”
Baca juga: Resmi Naik, Ini Gaji Hakim di Indonesia
Solidaritas hakim Indonesia pun menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai tertutup dalam rancangan PP 44/2024.
Menurut Fawzan, kebijakan tersebut tidak mencakup partisipasi aktif hakim di bidang tersebut sehingga hasilnya tidak mencerminkan kondisi sebenarnya hakim di seluruh Indonesia.
Dia berkata: “Tidak ada penyesuaian dalam tunjangan jabatan hakim dalam 12 tahun terakhir. Hakim yang bertugas di garis depan, terutama di pengadilan kelas dua di daerah terpencil, adalah yang paling terkena dampaknya.”
Oleh karena itu, SHI akan terus memperjuangkan beberapa tuntutan pemerintah, termasuk seluruh hak keuangan dan penyesuaian fasilitas hakim.
Setelah itu, menyerukan peninjauan kembali RUU Status Kehakiman hingga menjadi undang-undang, mendorong penyusunan RUU Penghinaan Pengadilan demi menjaga harkat dan martabat lembaga peradilan dan hakim.