SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Bola

Refleksi 2 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Keadilan yang Masih Jadi Tanya untuk 135 Korban

sp-globalindo.co.id – Dua tahun berlalu sejak tragedi Kanjuruhan yang memakan 135 korban jiwa dalam sejarah kelam sepak bola Indonesia. Namun keadilan bagi korban masih menjadi tanda tanya besar. 

Dua tahun pasca tragedi 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, keadilan masih jauh bagi keluarga korban.

Meski perhatian masyarakat terhadap tragedi ini mulai berkurang, namun perjuangan pihak yang kalah tidak boleh berhenti.

Komentator olahraga Anton Sanjoyo mengungkapkan kekecewaannya terhadap penanganan tragedi Kanjuruhan.

Menurutnya, tragedi ini belum menemukan solusi yang adil, apalagi karena belum adanya kemauan politik yang kuat untuk mengusut tragedi tersebut secara mendalam.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan Dua Tahun Berlalu, Arema FC dan Aremania Gelar Tahlil untuk 135 Korban

Ia menduga sejak awal ada kecenderungan untuk melindungi PSSI daripada fokus pada hak-hak korban.

Anton Sanjoyo kepada sp-globalindo.co.id, Selasa (24/09/2024) “Sejak Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 saat itu, PSSI sangat protektif agar tidak terkena sanksi.”

Ia mengatakan, sikap tersebut memberikan sinyal buruk tentang keadilan bagi korban dan keluarga yang ditinggalkan.

Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022, Sabtu kemarin (10/10/2022) usai laga pekan ke-13 Liga 1 2022-2023 2022-2023 antara Arema FC kontra Persebaya di Stadion Kepanjen, Kanjuruhan.

Kepanikan pun terjadi ketika aparat keamanan menembakkan gas air mata ke tribun penonton. Hal ini menyebabkan penonton berkumpul, mengakibatkan banyak kematian.

Banyak pihak menuding tindakan yang mereka anggap sebagai tindakan nekat yang dilakukan aparat keamanan dan manajemen.

Namun hingga saat ini penyelesaian tragedi Kanjur Khan masih belum memuaskan penonton.

Baca Juga: Petugas Keamanan FIFA untuk Suporter Tanpa Tiket di GBK: Ingat Kanjuruhan

Anton Sanjoyo mengklaim kasus yang seharusnya memakan korban 135 jiwa itu ditangani “sewenang-wenang” tanpa memperhatikan keadilan.

“Ini hukumannya, menurut saya tidak ada keadilan,” kata pria berkacamata itu.

Dua tahun telah berlalu, jawabnya pesimis. Namun, dia menegaskan tragedi ini tidak boleh dilupakan.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *