Dalam beberapa hari, Mahkamah Agung akan memilih calon presidennya, yang akan dipilih oleh hakim agung.
Hal ini sesuai dengan Pasal 24A ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh hakim Mahkamah Agung.
Undang-Undang Dasar ini telah diundangkan kembali dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan terakhir Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Mahkamah Agung diangkat oleh hakim Mahkamah Agung dan Presiden.
Sebagai anggota komunitas peradilan, penulis berharap calon-calon yang dipilih oleh Mahkamah Agung mempunyai standar keteladanan dan standar moral yang tinggi sehingga mampu menyelesaikan permasalahan administrasi yang kompleks.
Kepribadiannya harus menjadi panutan, berdiri di atas semua kelompok dan memiliki pengalaman untuk memberikan solusi strategis terhadap masalah yurisdiksi apa pun.
Penulis berpendapat, ada beberapa kriteria terbaik bagi calon Ketua Mahkamah Agung, yaitu:
Pertama, berkepribadian kreatif dan inovatif. Calon Ketua Mahkamah Agung harus kreatif dalam menciptakan kebijakan-kebijakan baru yang belum ada pada masa kepemimpinan sebelumnya.
Kreativitas tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan strategis yang manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat/pencari keadilan.
Selain itu, calon harus mempunyai pemikiran yang radikal dan prestasi-prestasi baru serta mampu melepaskan ikatan ketat peradilan dalam waktu singkat. Calon harus berpikir cepat untuk menyelesaikan permasalahan yang serius agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan.
Dengan perkembangan baru ini, lembaga peradilan diharapkan dapat semakin berkembang dan meraih predikat sebagai lembaga peradilan kelas dunia.
Kedua, kepribadian yang suka membantu. Calon Ketua Mahkamah Agung harus mempunyai etika profesi yang tinggi dan tidak bisa hanya pandai berpidato dan sekedar membangun citra, karena lembaga peradilan bukanlah lembaga politik.
Kandidat terpilih siap meluangkan waktu merenungkan nasib lembaga dan warganya, tidak hanya duduk di kursi kekuasaan namun juga melangkah keluar untuk mendengarkan keluhan para pencari keadilan.
Tindakan transformatif sedang diambil untuk mewariskan lanskap peradilan modern kepada generasi mendatang.
Ketiga, karakter toleran. Calon Ketua Mahkamah Agung harus berpikiran terbuka, menerima kritik dengan rendah hati, dan pandai berkomunikasi. Keterbukaan seorang kandidat adalah kesediaannya menerima ide dan tidak peka terhadap kritik.
Dia sadar akan keterbatasannya dan tidak menggunakan kekerasan untuk membungkam para pengkritiknya. Seluruh kekuatan kelembagaan secara kolektif diberdayakan untuk mencapai visi dan misi kelembagaan.