JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Penyerangan brutal warga Desa Selamat, Kabupaten Deli Serdang pada Jumat, 8 November 2024 pagi kembali mendiskreditkan sektor keamanan.
Penyerangan dilakukan oleh belasan anggota TNI dari pangkalan (bersenjata) Kilap Sumagan 2/105 di Medan. Satu orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka berat.
Ketua dewan direksi Inisiatif Centra Al Araf, yang merupakan bagian dari organisasi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam atas insiden tersebut.
“Anggota TNI tidak bisa bertindak sendiri di luar pengadilan,” kata Al Arafa dalam keterangannya, Senin (18 November 2024).
Ia menekankan bahwa sistem peradilan militer saat ini sering kali menjamin impunitas dan mempersulit korban untuk mendapatkan keadilan.
Baca Juga: Aparat Serang Warga Deli Serdang, Puspom Janji Segera Berikan Nama Tersangka TNI
Pada tahun 2024, Al Araf dan koalisi sipil mencatat 25 insiden kekerasan yang dilakukan aparat militer terhadap warga sipil.
Jenis kekerasan ini mencakup pelecehan, ancaman, dan penembakan. Kebanyakan kasus tidak dibawa ke pengadilan dengan baik, sehingga memberikan peluang bagi pelaku untuk menghindari tanggung jawab pidana.
Masyarakat sipil berpendapat bahwa reformasi undang-undang peradilan militer merupakan langkah mendesak dalam menghadapi tindakan kekerasan berulang yang dilakukan TNI terhadap warga sipil.
Pasal 65(1) 2 UU TNI menyatakan bahwa pelanggaran umum yang dilakukan oleh anggota TNI harus diadili di pengadilan umum. Namun penerapan prinsip ini masih jauh dari harapan.
“Anggota TNI yang diduga melakukan penyerangan brutal ini tidak boleh dibiarkan keluar tanpa mematuhi hukum dan harus dihukum sesuai dengan perbuatannya,” kata Al Araf.
Baca juga: Berita Terkini Penyerangan Sipil Deli Serdang: 45 TNI Ditangkap
Kesombongan dan budaya berada di atas hukum dalam ketentaraan merupakan masalah yang berulang. Tidak adanya hukuman yang berat bagi pelakunya memperkuat keyakinan bahwa tindakan mereka tidak akan menimbulkan konsekuensi serius.
Seringkali masyarakat merasa tidak mempunyai perlindungan hukum terhadap tindakan pihak yang berwenang.
Masyarakat sipil meminta pemerintah mengambil tindakan tegas. UU No. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer harus dimasukkan dalam Program Hukum Nasional Tahun 2024-2029.
Proses hukum terhadap penjahat di Kota Selamat di pengadilan umum merupakan langkah penting untuk menunjukkan komitmen terhadap keadilan.
“Sistem peradilan militer saat ini bukanlah alat yang sempurna untuk menghukum perwira TNI yang melakukan kekerasan,” kata Al Araf. Dengarkan berita dan pilihan terbaru kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran baru yang ingin Anda ikuti. Saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal WhatsApp.