JAKARTA, sp-globalindo.co.id – Upaya Kementerian Pertahanan membentuk Dewan Pertahanan Nasional (DPN) menyita perhatian publik. Langkah ini dinilai penting bagi sistem pertahanan Indonesia.
Namun, kebangkitan DPN juga membawa sejumlah tantangan operasional. Khususnya bagaimana mewujudkan kerja sama sipil-militer dengan tetap menjaga pertahanan negara yang kuat.
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Universitas Paramadina Anton Aliabbas memuji langkah tersebut.
Ia menilai DPN merupakan utang negara sejak disahkannya Undang-Undang Pertahanan Negara Nomor 3 Tahun 2002. Menurut dia, pemerintah sebelumnya gagal melaksanakan arahan tersebut.
“Ketika Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mencoba menghidupkan kembali DPN, hal ini patut diapresiasi dan merupakan sebuah langkah maju,” kata Anton saat dihubungi sp-globalindo.co.id, Senin (11/11/2024).
Baca selengkapnya: Kewenangan Dewan Pertahanan Nasional harus diperjelas sebelum dibentuk.
Menurut Anton, gagasan Sjafrie untuk memandang pertahanan jangan hanya menjadi tugas militer saja. Namun mereka juga harus beroperasi di sektor non-militer.
Pendekatan pertahanan saat ini memerlukan kolaborasi antara kekuatan militer dan sipil. Kerja sama ini bertujuan untuk melawan ancaman tidak adanya lagi batasan yang jelas antara militer dan non-militer.
Meski demikian, Anton tetap menekankan potensi permasalahan dalam implementasi ide tersebut.
Meskipun Menteri Pertahanan berupaya melibatkan warga negara dalam kebijakan pertahanan negara, Namun struktur Kementerian Pertahanan nampaknya semakin didominasi oleh militer.
Ia menyoroti jajaran jabatan yang kini hampir seluruhnya diisi oleh personel militer aktif.
Baca selengkapnya: Diskusi Dewan Pertahanan Nasional memerlukan dukungan publik
Berbeda dengan masa lalu yang banyak jabatannya dijabat oleh warga sipil, seperti Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan atau Direktur Jenderal Kemampuan Pertahanan.
Artinya, DPN harus diikuti dengan penguatan posisi sipil di Kementerian Pertahanan, lanjut Anton.
Anton menekankan perlunya partisipasi sipil dan militer dalam pembentukan kebijakan pertahanan lima tahun ke depan, sejalan dengan arahan presiden terhadap kebijakan pertahanan negara. (Jakam Hannek)
Partisipasi sejati kedua belah pihak di tingkat struktural sangatlah penting. Bukan sekedar peran simbolis di DPN.
“Ketika Kementerian Pertahanan menetapkan kebijakan Kita perlu melihat partisipasi nyata sipil dan militer dalam mengawasi arah pertahanan negara. “Dengan begitu, upaya membangun pertahanan negara akan semakin kuat,” kata Anton.
Baca selengkapnya: Dewan Pertahanan Nasional diharapkan memperkuat kebijakan negara mengenai peluang