sp-globalindo.co.id – Asia Tenggara khususnya Indonesia diyakini berpotensi menjadi pusat pengembangan kecerdasan buatan (AI). Pasalnya, Indonesia memiliki ekonomi digital terbesar di kawasan.
Transformasi digital di Indonesia, dengan populasi 280 juta jiwa, dapat menciptakan permintaan yang kuat terhadap industri pusat data. Selain itu, penggunaan aplikasi berbasis AI seperti ChatGPT terus berkembang.
CEO EDGE DC Stefanus Oskar Generator menjelaskan meluasnya penggunaan aplikasi AI menjadi alasan utama di balik kehadiran EDGE DC di Indonesia. EDGE DC merupakan anak perusahaan penyedia internet Indonet (Indonet).
“Seiring dengan perkiraan pertumbuhan pasar yang signifikan dari USD 86,9 miliar (Rs 1,360 triliun) menjadi USD 407 miliar (Rs 6,371 triliun) pada tahun 2027, permintaan akan layanan pusat data berkembang pesat.” bekerja,” kata Stephanus.
Baca Juga: Nvidia Akan Bangun AI Center Rp 3 Triliun di Solo, Indonesia
Ada banyak industri yang mendorong kebutuhan akan komputasi cepat atau pusat data besar untuk mendukung operasi AI.
E-commerce saat ini berkembang pesat. Industri mengandalkan AI untuk layanan seperti rekomendasi produk dan deteksi penipuan.
Contoh lainnya adalah lembaga keuangan yang menggunakan AI untuk meningkatkan pengalaman pelanggan, mengelola risiko, dan mendeteksi aktivitas penipuan.
Ada juga industri kesehatan yang menggunakan AI untuk analisis citra medis, penemuan obat, dan pengobatan yang dipersonalisasi.
Sektor manufaktur dan pertanian beralih ke AI untuk optimalisasi proses, pengendalian kualitas, dan perkiraan hasil panen.
Saat ini pasar AI juga berkembang pesat di kawasan Asia. Diperkirakan nilai AI di Asia akan mencapai 81,88 miliar dolar AS setara dengan 1,281 triliun yuan pada tahun 2024.
Pertumbuhan ini didorong oleh faktor-faktor seperti peningkatan investasi dalam penelitian dan pengembangan AI, ketersediaan data besar, dan meningkatnya permintaan akan solusi berbasis AI di sektor-sektor seperti layanan kesehatan, keuangan, dan manufaktur.
Stephanus menambahkan, Asia Tenggara juga dipandang sebagai kawasan yang menarik untuk penyebaran teknologi AI karena minimnya energi, serta infrastruktur kabel bawah laut yang rencananya akan mengirimkan data ke pasar di Asia, ujarnya.
Baca Juga: 5 Teknologi AI Baru Yang Akan Mengubah Cara Kita Bekerja Dalam 5 Tahun Mendatang
Dalam laporan McKinsey, terkait listrik, konsumsi listrik pusat data akan mencapai 35 gigawatt per tahun pada tahun 2030, naik dari 17 gigawatt pada tahun 2022.
Satu hal yang menggembirakan adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk melatih model AI agar dapat berjalan.