WASHINGTON DC, sp-globalindo.co.id – Kekalahan Kamala Harris pada Pilpres 2024 akan berdampak besar tidak hanya pada Partai Demokrat, tapi juga dinamika politik Amerika yang masih diwarnai isu ras dan gender.
Harris, perempuan pertama keturunan Afrika dan Asia Selatan yang mencalonkan diri sebagai presiden, telah membuat sejarah.
Namun terlepas dari upayanya, ia kalah dari Donald Trump dalam kampanye yang memicu banyak perdebatan mengenai arah masa depan politik Amerika.
Baca juga: Kamala Harris dan Kegagalan Dukungan Politik
Menurut Al Jazeera, kekalahan Harris bagi banyak analis mengingatkan pada kekalahan Hillary Clinton melawan Trump pada tahun 2016, ketika cerita tentang seksisme dan rasisme juga mengemuka.
Menurut peneliti opini publik Tresa Undem, isu ras dan gender masih menjadi dinamika yang kuat dalam politik Amerika.
Hal ini semakin terasa ketika Harris mendapat kritik atas kecerdasan dan kompetensinya yang diwarnai dengan nada rasis dari lawan-lawannya.
Para ahli mencatat bahwa latar belakang ras dan gender Harris secara signifikan mempengaruhi kelayakannya.
Tammy Vigil, profesor di Boston University, mengatakan hasil pemilu ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh prasangka terhadap perempuan dan etnis minoritas.
Trump sering menyebut Harris sebagai “IQ rendah” dan “salah satu orang paling bodoh dalam sejarah negara kita” dalam retorikanya.
Nadia Brown, direktur program studi perempuan dan gender di Universitas Georgetown, berpendapat bahwa meskipun Harris memiliki catatan panjang sebagai jaksa dan senator, faktor-faktor seperti rasisme sistemik dan seksisme mempersulitnya untuk memenangkan dukungan sebagian besar pemilih.
Baca juga: Kamala Harris Akui Kalah dari Donald Trump, Ucapkan Selamat dan Janji Bantu di Masa Transisi
Kekalahan ini pun memberikan tekanan besar bagi Partai Demokrat untuk mengevaluasi strateginya.
Mike Nellis, mantan penasihat kampanye Harris, mengatakan Partai Demokrat perlu memahami alasan kekalahan ini untuk menghadapi tantangan politik di bawah pemerintahan Trump yang baru.
Beberapa orang mengatakan pendekatan Harris yang berhaluan tengah, termasuk upayanya untuk menarik pemilih Partai Republik yang kecewa, tidak cukup kuat untuk memenangkan hati pemilih Demokrat yang progresif.
Kekalahan Harris mencerminkan perpecahan dalam politik Amerika yang bisa semakin mendalam dengan kembalinya Trump ke Gedung Putih.
Baca juga: Alasan Pemilik LA Times Tolak Dukung Kamala Harris Terungkap
Sekalipun Harris kalah, kata Vigil, perdebatan mengenai seksisme dan rasisme di arena politik Amerika akan terus berlanjut dan dapat menjadi kekuatan pendorong gerakan keadilan sosial di masa depan.
Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung dari ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal WhatsApp.