SP NEWS GLOBAL INDONESIA

Berita Seputar Global Indonesia

Lifestyle

“Hangover” Politik Pasca-Pilkada

SELURUH peserta pilkada, baik yang menang maupun kalah, sama-sama menyatakan dalam kampanyenya bahwa pilkada adalah pesta rakyat.

Benar, Pilkada itu pesta, ibarat prasmanan, di mana semua orang berebut makanan terbaik.

Tapi tunggu dulu, apa jadinya setelah pesta Pilkada? Jawabannya adalah mabuk politik, yang merupakan fenomena membingungkan dan membingungkan yang dapat menyeret stabilitas masa depan ke dalam jurang ketidakpastian.

Mabuk politik adalah keadaan di mana ekspektasi masyarakat, karena sebelumnya tergiur dengan banyaknya janji-janji manis pemilu, menemui kenyataan pahit.

Mereka yang bersorak kemarin akan mulai bertanya-tanya, “Di mana perubahan yang dijanjikan?”

Sementara itu, pendukung calon yang kalah masih menyimpan dendam dan dendam.

Jika tidak diantisipasi, gejala mabuk politik bisa berubah menjadi energi destruktif sehingga menyulitkan masyarakat untuk bersinergi membangun masa depan. Dalam situasi seperti ini, stabilitas berada dalam bahaya.

Ketika masyarakat kecewa karena kenyataan tidak sesuai dengan “imajinasinya”, mereka cenderung mencari kambing hitam. Jika bukan pemimpin terpilih, mungkin tim sukses.

Kekecewaan ini seringkali dapat dengan mudah diorganisasikan menjadi sebuah gerakan yang membuat suasana menjadi gelap dan riuh. Langkah yang salah

Para pemimpin terpilih yang menghadapi mabuk politik sering kali tergoda untuk mengambil tindakan populis.

Pilihannya mencakup program-program jangka pendek yang terlihat menjanjikan pada pandangan pertama, seperti Bantuan Langsung Tunai Sementara. Malah menguras anggaran tanpa hasil jangka panjang.

Langkah-langkah taktis dan politis harus diambil untuk mengatasi mabuk tersebut sebelum menjadi krisis yang akut.

Pertama, pemimpin yang baru terpilih belajar mengatakan kebenaran, meskipun hal ini lebih sulit dibandingkan memenangkan pemilu daerah. Mengakui secara terbuka bahwa tidak semua janji dapat ditepati dengan segera adalah hal yang tidak populer, namun sangat diperlukan.

Kedua, masyarakat harus diberikan “obat” berupa program yang benar dan bermakna. Misalnya memperbaiki lubang meski dalam jarak terbatas. Keberhasilan kecil ini mungkin menunjukkan bahwa pemerintah daerah mulai mengambil tindakan, walaupun lambat.

Ketiga, harus ada ruang bagi pendukung kandidat yang kalah untuk berpartisipasi. Jika tidak, mereka akan terus merusak sistem dari luar.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *