Obesitas telah menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2023, lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia akan mengalami obesitas, dimana 340 juta di antaranya adalah anak-anak dan remaja.
Kondisi ini meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan kanker.
Mengatasi obesitas memerlukan pendekatan multifaset, termasuk pemahaman mendalam mengenai metabolisme tubuh, salah satunya fase ketosis.
Apa fase ketosis?
Ketosis adalah keadaan metabolisme di mana tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi utama, bukan karbohidrat.
Baca juga: Mengenal Enzim Ghrelin dan Pengaruhnya Terhadap Obesitas
Tahap ini terjadi ketika asupan karbohidrat sangat rendah, sehingga tubuh memecah lemak menjadi asam lemak dan keton untuk dijadikan energi.
Ketosis merupakan mekanisme bertahan hidup yang sudah ada sejak zaman dahulu dan memungkinkan manusia bertahan hidup tanpa adanya makanan.
Dalam konteks modern, ketosis menjadi fokus banyak penelitian karena potensinya membakar lemak tubuh secara efektif.
Saat tubuh dalam keadaan ketosis, simpanan lemak dipecah menjadi keton oleh hati. Keton ini kemudian menjadi bahan bakar utama otak dan tubuh serta menggantikan glukosa.
Proses ini tidak hanya membantu membakar lemak, tetapi juga memberikan energi yang berkelanjutan dan berkelanjutan.
Kapan ketosis terjadi?
Ketosis biasanya terjadi setelah 2-4 hari pembatasan karbohidrat yang parah, dengan asupan karbohidrat harian di bawah 20-50 gram.
Namun, waktu ini dapat bervariasi tergantung pada tingkat aktivitas fisik, metabolisme individu, dan pola makan sebelumnya.
Baca juga: Mengapa Diet Intermiten Gagal?
Selain itu, puasa juga dapat memicu ketosis. Menurut beberapa penelitian, tergantung kondisi metabolisme individu, tubuh bisa mulai memasuki ketosis setelah 12 hingga 18 jam berpuasa.
Pada masa ini, cadangan glikogen di hati mulai berkurang, dan tubuh beralih ke pembakaran lemak sebagai sumber energi utama.