sp-globalindo.co.id – Trauma adalah respons fisik dan emosional yang kuat terhadap peristiwa yang menghancurkan atau mengancam jiwa seperti bencana alam, kecelakaan, atau kekerasan seksual.
Ketika seseorang mengalami peristiwa traumatis, otak dan tubuhnya sering kali masuk ke mode bertahan hidup. Dalam jangka pendek, hal ini dapat menimbulkan gejala seperti syok, kesedihan atau kemarahan yang hebat, kecemasan bahkan mual.
Trauma yang berlangsung lama setelah peristiwa traumatis terjadi dapat menciptakan sistem saraf yang sangat waspada dan bekerja terlalu keras sehingga selalu waspada dan siap untuk “melawan” atau “lari”.
Psikolog Kelsey Latimer PhD, yang menangani depresi dan PTSD, mengatakan bahwa “kondisi ini pada akhirnya akan melemahkan sistem dan menyebabkan kelelahan fisik dan mental.”
Meski sebagian besar orang sembuh dan kembali menjalani kehidupan normal sehari-hari, masih ada sebagian yang mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi. Tak sedikit penyintas trauma yang mengalami PTSD, suatu kondisi yang berkaitan dengan depresi.
Baca selengkapnya: 7 Gejala PTSD pada Anak yang Perlu Anda Ketahui
Mengapa menyebabkan depresi
“Saat Anda mengalami kejadian buruk dalam hidup atau trauma secara umum, tubuh mencoba beradaptasi dalam bentuk respons fisik dan emosional,” kata Eric Chaghouri, MD, psikiater berlisensi di Los Angeles.
Menurut American Psychiatric Association (APA), beberapa orang mengalami disorientasi, merasa terkejut, atau kesulitan memproses apa yang terjadi.
Ketika reaksi awal hilang, orang mungkin mengalami berbagai gangguan pikiran atau perilaku, seperti depresi seperti kesedihan, kesedihan, atau perasaan mendalam lainnya. Mereka mungkin tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
Pemahaman yang lebih jelas mengenai hubungan antara trauma dan depresi terus dieksplorasi, namun ada sejumlah faktor yang diketahui membuat orang lebih rentan terhadap depresi setelah mengalami peristiwa serius atau traumatis.
Baca selengkapnya: Mengenali rasa sakit interpersonal dan gejalanya
Faktor pertama adalah usia. Mereka yang berusia muda ketika dihadapkan pada peristiwa traumatis lebih rentan mengalami depresi karena belum memiliki mekanisme koping. Selain itu, otak anak muda belum mampu beradaptasi dengan bahan kimia tertentu saat terjadi trauma.
Perempuan juga memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi ketika mereka mengalami peristiwa yang lebih traumatis. Faktor lain yang berpengaruh adalah penyalahgunaan zat berbahaya untuk menghilangkan rasa sedih, serta jenis trauma yang dialami.
Yang perlu Anda perhatikan adalah durasi gejala yang muncul setelah cedera berlalu. Jika gejalanya menetap hingga lebih dari sebulan, bahkan membuat kita sulit melakukan aktivitas sehari-hari, kemungkinan besar itu adalah PTSD. Segera konsultasikan ke psikolog klinis atau psikiater untuk mendapatkan pertolongan yang Anda perlukan.
Selain pengobatan dan pengobatan, kita juga bisa mengurangi gejala depresi dengan berusaha beradaptasi dengan kejadian yang kita alami. Olahraga teratur dan meditasi adalah cara sederhana namun efektif untuk mengurangi kecemasan dan depresi.
Baca selengkapnya: Mengapa depresi sering muncul kembali di malam hari Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp sp-globalindo.co.id: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.